Pura Maospahit : Sisa Peninggalan Kerajaan Majapahit di Tengah Padatnya Pusat Kota Denpasar
Pura, tempat ibadah umat hindu yang kaya akan nilai adat istiadat dan tersebar di seluruh pulau dewata, dari sekian banyak pura yang ada di pulau bali, ada satu pura yang memiliki keunikan sendiri dan terletak di pusat kota denpasar, namun masih sedikit ada orang yang mengetahuinya. Yaitu Pura Maospahit
Pura Maospahit merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Majapahit. Seperti yang kita ketahui, Kerajaan Majapahit dikatakan sebagai kerajaan hindu terbesar yang pernah ada di Indonesia dan memiliki banyak peninggalan-peninggalan sejarah yang tersebar di seluruh Indonesia. Pura ini merupakan salah satu situs peninggalan dari Kerajaan Majapahit yang terletak di pusat Kota Denpasar, pura ini bisa kalian temukan di Jalan Sutomo, Banjar Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali. Pura maospahit sudah termasuk ke situs peninggalan yang dilindungi dan sudah menjadi warisan cagar budaya nasional. Pura yang diemong oleh Puri Pamecutan dan Puri Satria ini Memang terkenal sangat keramat dan penuh nilai sejarah kuno.
Berdasarkan sejarahnya yang tertulis pada Babad Wongayah Dalem, Pura Maospahit didirikan pada tahun Saka 1200 atau tahun 1278 Masehi oleh Sri Kebo Iwa sebagai bagian dari dharma atau tugas sebagai undagi atau ahli bangunan di wilayah Badung dimana Sri Kebo Iwa saat itu mendirikan Candi Raras Maospahit.
Candi Raras Maospahit (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Candi ini berupa pelinggih gedong bata merah besar yang sebagian besar dindingnya bersih dan rapi,di depan candi juga terdapat dua arca teracota kuno yang mengapit pintu masuk pura, kedua arca itu terbuat dari tanah liat dan memegang senjata dan perisai seakan menjadi penjaga pintu masuk, serta terdapat Relief Garuda dan Bima pada pintu gerbang. Candi tersebut sekaligus menjadi pelinggih utama di pura dan terletak tepat di tengah-tengah pura. Namun setelah Kerajaan Majapahit menguasai Bali, Pura ini kembali diperluas dan dibuat megah oleh Patih Gajah Mada untuk menghormati Sri Kebo Iwa yang tangguh, dan akhirnya rampung pada tahun Saka 1397 atau tahun 1475 Masehi.
Selain Candi Raras Maospahit, terdapat juga candi lain yang menjadi ada di pura maospahit yaitu Candi Gedong Majapahit. Berdasarkan Babad Wongayah Dalem, Candi yang berupa gedong berbata merah ini dibangun atas permintaan raja dari Kerajaan Badung pada saat itu yang ingin mendirikan Gedong Pewayangan Majapahit untuk mendampingi Gedong Raras Maospahit.
Candi Gedong Majapahit (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Raja Badung saat itu mengirim utusan untuk langsung menuju kerajaan majapahit di trowulan, jawa timur dengan tujuan untuk mendapatkan sukat atau ukuran dari Candi Gedong. Misi ini sempat mengalami dua kali kegagalan. Baru pada misi ketiganya bisa mendapatkan sukat tersebut. Kemudian utusan tersebut kembali ke Bali, dan dibangunlah Candi Gedong Majapahit tersebut di sebelah Candi Raras Maospahit. Kedua Candi Gedong bata merah ini menjadi pelinggih utama di Pura Maospahit, di mana untuk Candi Raras Maospahit menghadap barat dan Candi Gedong Majapahit menghadap selatan.
Keunikan yang dimiliki pura ini terletak dari segi arsitektur pura, karena pura ini dipugar dan diperluas oleh pengaruh kedatangan Majapahit menjadikan pura ini sebagai salah satu pura di bali yang memiliki arsitektur jawa timur. Keunikannya bisa kita lihat dari struktur dari pura ini, Pura ini mengadopsi konsep Panca Mandala dimana pura terbagi menjadi lima mandala atau bagian.
Peta Pura Maospahit (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Konsep panca mandala ini mengadopsi struktur pertahanan di Kerajaan Majapahit dimana letak keraton atau pusat kerajaan berada di tengan dan mendapat perlindungan dari keempat arah mata angin sehingga kondisi keraton benar-benar aman. Menjadikan pura ini sebagai satu-satunya pura di Bali yang menggunakan konsep Panca Mandala. Karena biasanya pura-pura yang ada di bali hanya menggunakan konsep Tri Mandala yang terdiri dari Jaba Sisi, Jaba Tengah, dan Jeroan atau Utama Mandala.
Bagian pertama dari konsep panca mandala pada Pura Maospahit adalah Utamaning Mandala atau Jeroan yang didalamnya bisa kalian temukan bangunan Candi Raras Maospahit dan Candi Gedong Majapahit. Bagian kedua ada Maryaning Mandala atau Jaba Tengah yang didalamnya hanya terdapat dua buah bangunan, yaitu Bale Semanggen dan Bale Tajuk. Bagian ketiga ada Sisining Mandala atau Jaba Sisi yang banyak menarik perhatian dari pengunjung karena terdapat dua relief, yakni Patung Garuda sebagai manifestasi Wisnu dan sebelah kirinya patung Bima sebagai manifestasi Brahma. Diantara kedua relief yang menjulang ini, ada Panca Korsika yakni relief Dewa Sangkara, Indra, Yama, Kuwera, dan Baruna. Bagian Keempat ada Mandala Jabe Kembar yang didalamnya ada beberapa bangunan yang dapat kalian temukan, antara lain Candi Kesuma, Piasan dan Ratu Ngerurah Pengalasan, Bale Kulkul, Bale Kembar. Bagian Terakhir ada Mandala Jaba Renggat, Pada Bagian ini tidak ada bangunan besar maupun pelinggih melainkan hanya ada satu kori agung disebut Candi Rengat.
Ida Sesuhunan yang dipuja atau disungsung di pura ini adalah manifestasi Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. Untuk bhatara-bhatari yang malinggih di pura adalah manifestasi Siwa Budha.Dewa Siwa memberikan kadiatmikan atau kekuatan dan ilmu pengetahuan, sedangkan Budha merupakan lambang kasih sayang. Sedangkan relief penjaga di depan, filosofinya sebagai penjaga. Di area Dwarapala terdapat Ratu Ngurah Paksi yang merupakan manifestasi Dewa Wisnu, dan Ratu Ngurah Bayu yang merupakan manifestasi Dewa Brahma untuk kehidupan di dunia. Manifestasi Dewa Siwa dipuja di Candi Raras Maospahit, dan sering disebut sebagai Ratu Ayu Mas Maospahit. Sedangkan Candi Gedong Majapahit yang disungsung adalah Ida Bhatara Lingsir Sakti sebagai manifestasi Dewa Brahma dan Dewa Wisnu.
Persembahyangan di pura ini pun rutin digelar dengan pujawali besarnya yang terjadi setiap dua kali setahun yakni pada Purnama Sasih Jiyesta untuk memuliakan Ratu Ayu Mas Maospahit yang berstana di candi raras maospahit dan Purnama Sasih Kelima untuk memuliakan Ida Betara Lingsir Sakti yang berstana di Candi Gedong Majapahit.
Hingga saat ini Pura Maospahit tidak hanya digunakan untuk persembahyangan saja. Tapi juga sudah masuk ke dalam daftar cagar budaya nasional yang harus dijaga keberadaannya. Sehingga tidak sedikit wisatawan yang datang ke Pura Maospahit untuk sekedar mengagumi hasil karya sejarah yang masih kental terlihatsaat memasuki areal pura. Jadi kita sebagai warga paling tidak harus menjaga agar Pura Maospahit tetap eksis menarik minat wisatawan untuk mempelajari sejarah namun harus tetap menjaga dan menjunjung tinggi kesucian dan taksu dari Pura Maospahit itu sendiri.