Pura Yeh Pulu: Jejak Peradaban Bali Kuno dalam Relief Pahatan Kebo Iwa
Sebagai Pulau Dewata, Pulau Bali memiliki sejumlah pura yang dijadikan sebagai tempat persembahyangan umat Hindu. Dalam kebudayaan Bali, berdirinya suatu pura biasanya tidak akan terlepas dari adanya penemuan tertentu ataupun peristiwa bersejarah yang pernah terjadi sebelumnya. Seperti halnya Pura Yeh Pulu dengan temuan sumber mata air suci yang mengalir dari dalam tempayan serta relief yang menggambarkan peradaban masyarakat Bali Kuno pada masa pemerintahan Raja Bedahulu. Penemuan-penemuan inilah yang mengungkapkan kehidupan masyarakat pada masa tersebut serta bagaimana kebudayaan Hindu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat hingga saat ini.
Pura Yeh Pulu berlokasi di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar yang bersebelahan dengan aliran Sungai Petanu. Keberadaan pura ini masih belum banyak diketahui karena lokasinya yang berada di area persawahan di pelosok Desa Bedulu. Untuk sampai di pura ini, perlu melewati jalan setapak kecil terlebih dahulu dengan jarak kurang lebih 100 meter. Meskipun begitu, perjalanan yang ditempuh tidak akan membosankan karena terdapat pemandangan alam indah yang memanjakan mata dengan suasana yang asri dan sejuk di sepanjang perjalanan.
Pura Yeh Pulu pertama kali ditemukan pada tahun 1925 oleh seorang Punggawa dari Puri Ubud. Pada saat ditemukan, kondisi dari pura ini sangat memprihatinkan karena mengalami kerusakan akibat terkena air sawah dari bagian atas. Karena ditemukan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, pura ini kemudian diteliti dan dipromosikan sebagai salah satu cagar budaya purbakala pada tahun 1929.
Mata Air Suci (Sumber: Koleksi Pribadi)
Nama Pura Yeh Pulu sendiri berasal dari dua kata, yaitu “Yeh” yang berarti air dan “Pulu” yang berarti tempayan. Berdasarkan arti dari kedua kata tersebut, terlihat jelas bahwa Pura Yeh Pulu memiliki hubungan yang sangat erat dengan adanya air, tetapi arti dari Yeh Pulu ini bukanlah hanya sebatas tempayan air atau tempat penampungan air, melainkan tempayan yang berada pada sumber mata air suci. Pemberian nama dari pura ini dibuat berdasarkan temuan mata air suci yang keluar dari dalam tempayan. Hingga kini sumber mata air tersebut masih mengeluarkan air yang biasanya digunakan oleh masyarakat setempat untuk kepentingan upacara keagamaan dan juga dipercaya mampu memberikan kemakmuran bagi para pedagang. Untuk menjaga kesakralan mata air suci tersebut, masyarakat setempat membuat aturan untuk tidak memasukkan kaki ke dalam kolam dan tentunya seluruh area pura juga diupacarai secara berkala.
Relief di Pura Yeh Pulu (Sumber: Koleksi Pribadi)
Selain mata air suci, di pura ini juga terdapat relief yang dipahat pada dinding tebing batu padas yang sarat akan jejak peradaban masyarakat Bali Kuno. Menurut ahli sejarah, relief tersebut diperkirakan dipahat sekitar abad ke-14 atau ke-15 Masehi yang membentang dari arah utara hingga selatan dengan panjang 26.5 meter dan tinggi 3 meter. Dibuatnya relief ini konon sebagai bentuk penghormatan kepada Raja Bedahulu yang gugur pada saat berperang melawan Kerajaan Majapahit pada tahun 1343 Masehi. Selain itu, terdapat cerita yang berkembang di masyarakat bahwa relief tersebut dibuat oleh Kebo Iwa dengan menggunakan kuku jari tangannya. Namun, hingga kini belum ada penelitian lebih lanjut yang membahas tentang siapa yang membuat relief tersebut, sehingga cerita yang dipercaya oleh masyarakat masih belum dapat dibuktikan kebenarannya.
Relief Seorang Laki-Laki yang Sedang Membuka Pintu (Sumber: Koleksi Pribadi)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, relief yang ada di Pura Yeh Pulu menggambarkan kehidupan masyarakat serta aktivitas keagamaan dalam budaya Hindu pada masa Bali Kuno tepatnya pada masa Kerajaan Bedahulu. Menurut Stutterheim, bentuk bangunan yang digambarkan pada relief memiliki kesamaan dengan relief yang ditemukan di Candi Penataran Jawa Timur. Adapun menurut Kempers yang merupakan seorang ahli sejarah, relief-relief yang ada di Pura Yeh Pulu dibaca berurutan dari utara ke selatan. Berikut adalah urutan dari relief tersebut dari arah utara ke selatan.
- Relief berupa seorang laki-laki yang sedang berdiri dengan posisi tangan kanan diangkat ke atas dan telapak tangan kirinya diletakkan pada bagian pinggul.
- Relief seorang laki-laki yang sedang memikul dua buah periuk atau guci yang kemungkinan berisi arak Bali dengan menggunakan sebuah tiang atau kayu panjang. Laki-laki tersebut berjalan bersama dengan seorang wanita menuju sebuah rumah dengan pintu yang terbuka.
- Relief seorang laki-laki membawa cangkul yang sedang berdiri di depan seorang perempuan yang duduk di atas batu.
- Relief yang berada tepat di tengah-tengah digambarkan dengan dahi yang berkerut sehingga terlihat seperti sedang marah. Masyarakat sekitar sering menyebut relief tersebut sebagai relief Siwa, tetapi sesungguhnya belum diketahui pasti siapa sosok yang digambarkan dalam relief tersebut.
- Relief berupa seorang laki-laki yang menunggang kuda dan di depannya terdapat dua orang laki-laki yang diserang oleh seekor harimau. Harimau tersebut menggigit tangan kanan salah satu di antara mereka yang mencoba menghalau harimau dengan kakinya.
- Relief dua orang laki-laki yang sedang berjalan dengan memikul binatang hasil buruannya. Kemudian di depannya terdapat seorang perempuan yang sedang menggenggam ekor kuda yang ditunggangi oleh seorang laki-laki.
- Relief terakhir yang berada di ujung selatan adalah relief Ganesha yang digambarkan sedang duduk di dalam relung.
Ceruk pada Dinding Batu Padas (Sumber: Koleksi Pribadi)
Tepat di sebelah selatan relief Ganesha terdapat 2 buah ceruk yang dipercaya sebagai tempat yang sering digunakan oleh Raja Bedahulu untuk melakukan meditasi atau bertapa sebelum beliau wafat. Tidak hanya pada relief yang berada di sebelah utara, di ceruk ini juga terdapat pahatan-pahatan yang terukir indah. Namun, pahatan-pahatan tersebut tidak terlihat cukup jelas karena ditutupi oleh lumut dan tanaman-tanaman liar yang tumbuh di sekitarnya.
Pelinggih di Pura Yeh Pulu (Sumber: Koleksi Pribadi)
Kemudian di depan ceruk-ceruk tersebut terdapat pelinggih dari Pura Yeh Pulu dengan total tiga pelinggih yang menghadap ke arah selatan, satu pelinggih utama berada tepat di depan ceruk dan dua pelinggih lainnya berada di sebelah selatan pelinggih utama. Pelinggih-pelinggih ini digunakan sebagai tempat pemujaan terhadap Bhatara yang berstana di Pura Yeh Pulu. Selain itu juga terdapat bale piasan yang posisinya berada di sebelah barat pelinggih. Seperti bale piasan pada umumnya, bale piasan di Pura Yeh Pulu juga digunakan sebagai tempat untuk mempersiapkan banten yang akan dipersembahkan.
Biasanya setiap rahinan seperti Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, dan rahinan-rahinan lainnya masyarakat sekitar khususnya yang bertempat tinggal dekat dengan pura ini akan menghanturkan sejumlah sesajen pada beberapa titik di seluruh area pura. Mangku Pura Yeh Pulu juga akan berada di sana sejak pagi untuk menghaturkan persembahan yang dibawa oleh para pemedek. Hal ini telah dilakukan secara rutin sejak zaman dahulu sehingga membuat Pura Yeh Pulu memiliki nuansa yang tenang dan sakral.