Ternyata Bukan Sekadar Candaan! Wewangsalan, Bahasa Gaul Bali yang Humor Penuh Kritis

Wewangsalan adalah warisan bahasa Bali yang tetap hidup hingga kini. Ia bukan hanya permainan kata, melainkan juga medium humor, kritik, dan refleksi sosial. Kehadirannya di berbagai ruang, dari obrolan santai hingga panggung seni, membuktikan bahwa wewangsalan mampu menembus zaman. Dengan kreativitas generasi muda dan dukungan budaya, wewangsalan akan terus menjadi identitas khas Bali yang penuh makna.

Sep 9, 2025 - 09:47
Sep 9, 2025 - 12:18
Ternyata Bukan Sekadar Candaan! Wewangsalan, Bahasa Gaul Bali yang Humor Penuh Kritis
Seni Pertunjukan Wewangsalan (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Bahasa dan sastra Bali tidak pernah kehilangan pesona, salah satunya melalui wewangsalan. Sekilas, bentuk tutur ini tampak seperti candaan ringan, namun di balik kelucuannya tersimpan makna mendalam, penuh sindiran, bahkan kritik sosial yang tajam. Tidak heran, wewangsalan masih hidup hingga kini, terutama di ruang-ruang pergaulan masyarakat Bali.

Ekspresi humor generasi muda di panggung seni Bali (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Wewangsalan adalah salah satu bentuk ungkapan khas dalam bahasa Bali yang memadukan permainan kata, kiasan, serta humor. Bentuknya sering berupa tebak-tebakan atau kalimat berlapis makna. Bagi masyarakat Bali, wewangsalan bukan hanya hiburan, tetapi juga cermin kecerdasan berbahasa. Dengan menguasai wewangsalan, seseorang dianggap memiliki kepekaan dalam berkomunikasi dan memahami simbol budaya.

Tawa bersama sebagai kekuatan budaya Bali dalam menjaga kebersamaan (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Wewangsalan hidup di berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari anak muda yang menjadikannya bagian dari bahasa gaul, hingga orang tua yang menggunakannya dalam percakapan sehari-hari atau dalam kegiatan adat. Di panggung seni, wewangsalan sering hadir dalam drama, lawakan, hingga pertunjukan bondres, sehingga lebih mudah diterima berbagai kalangan.

Agar lebih mudah dipahami, berikut beberapa contoh wewangsalan yang biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari masyarakat Bali :

"Ada tengeh masui kaput, Ada keneh memunyi takut"

Artinya : Ada perasaan, tetapi takut untuk berbicara

"Be lele mewadah kau, Suba jele mara tau"

Artinya : Sudah melakukan tindakan buruk baru menyadarinya

"Bedeg majemuh bangsing di banjar, Jegeg buin lemuh langsing banjar"

Artinya : Sudah cantik juga gemulai, langsing, dan tinggi

"Baju gadang potongan gantut, Tuyuh megadang tuara maan entut"

Artinya : Lelah begadang tidak mendapatkan apapun

"Buangit kali gangsa, Megae lengit ngamah gasa"

Artinya : Malas bekerja, tetapi sering makan

"Clebingkah beten biu, Gumi linggah ajak liu"

Artinya : Dunia luas diisi oleh banyak orang

Bagi masyarakat Bali, wewangsalan bukan sekadar hiburan. Wewangsalan berfungsi sebagai alat kritik sosial yang halus, karena pesan yang disampaikan dibungkus dengan jenaka. Ketika seseorang menyampaikan sindiran lewat wewangsalan, penerima pesan tidak merasa diserang secara langsung, melainkan diajak tertawa sambil merenung. Inilah keunikan yang membuatnya tetap relevan, bahkan di era komunikasi digital.

Ekspresi jenaka dan sindiran dalam pementasan seni Wewangsalan Bali sebagai cerminan kritik sosial yang halus (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Keberlangsungan wewangsalan tidak terlepas dari kreativitas generasi muda. Mereka sering memodifikasi bentuk klasik menjadi lebih kekinian, bahkan menggabungkannya dengan istilah populer. Selain itu, peran pendidik dan seniman sangat penting dalam menjaga wewangsalan tetap diajarkan dan dipentaskan. Dengan demikian, wewangsalan tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang mengikuti zaman.

Files