Tradisi Ngejot Jerimpen Galungan di Desa Baha: Makna dan Peran Pengantin Baru dalam Melestarikan Adat Bali
Desa Baha, sebuah desa tradisional di Kabupaten Badung, Bali, masih mempertahankan tradisi adat dan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Salah satu tradisi yang paling khas di desa ini adalah "Ngejot Jerimpen" pada Hari Raya Galungan, sebuah ritual yang tidak hanya sarat makna namun juga menjadi ajang untuk menjaga dan memperkuat ikatan antarwarga. Tradisi ini pun memiliki peran khusus bagi para pengantin baru, yang menjadi ujung tombak dalam pelestarian adat ini.
Hari Raya Galungan adalah salah satu hari raya terbesar bagi masyarakat Hindu di Bali. Galungan melambangkan kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma (kejahatan). Pada momen ini, masyarakat Bali merayakan kehadiran dewa-dewa dan leluhur yang turun ke bumi untuk memberkati keluarga mereka. Umat Hindu Bali mengadakan berbagai upacara dan kegiatan keagamaan untuk menghormati leluhur, dewa, serta mengucapkan syukur atas berkah yang mereka terima.
Prosesi Natap di Bale dangin (Sumber: Koleksi Pribadi)
Ngejot adalah tradisi berbagi makanan yang dilakukan pada hari-hari suci umat Hindu di Bali, seperti Galungan, Kuningan, dan Hari Raya lainnya. Dalam konteks Hari Raya Galungan, Ngejot Jerimpen menjadi lebih spesial karena dilakukan dengan lebih khidmat dan khusus. Makanan yang diberikan biasanya berupa nasi, lauk-pauk, serta kue-kue tradisional Bali yang dimasak oleh setiap keluarga.
Dalam tradisi Ngejot Jerimpen, pengantin baru memiliki peran penting. Mereka diharapkan menjadi panutan dalam melaksanakan dan melestarikan tradisi ini. Para pengantin baru diberi amanah oleh keluarga besar untuk menyiapkan sesajen dan makanan yang akan dibagikan kepada warga desa, khususnya para tetua atau sesepuh yang dihormati. Hal ini bertujuan agar mereka lebih memahami makna Galungan dan Ngejot Jerimpen serta belajar tanggung jawab dalam menjalankan tradisi.
Banten Jerimpen (Sumber: Koleksi Pribadi)
Tanggung jawab yang diberikan kepada pengantin baru ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, agar mereka dapat belajar menghormati nilai-nilai adat dan budaya Bali. Kedua, supaya mereka lebih mengenal warga desa dan membangun hubungan yang lebih erat dengan masyarakat sekitar. Ketiga, sebagai sarana memperkuat hubungan keluarga, di mana pengantin baru bekerja sama dengan anggota keluarga lainnya dalam menyiapkan makanan dan sesajen.
Dalam ajaran Hindu Bali, upacara dan tradisi seperti Ngejot Jerimpen memiliki makna filosofis yang mendalam. Proses memberi tanpa mengharapkan imbalan, menghargai setiap makanan yang dibagikan, serta melakukannya dengan hati yang tulus menjadi pelajaran penting bagi pengantin baru. Tradisi ini juga menjadi ajang pembelajaran mengenai arti dari kebersamaan dan persatuan dalam menjaga keharmonisan masyarakat.
Prosesi Natap di Bale dangin(Sumber: Koleksi Pribadi)
Meskipun tradisi ini masih dilakukan dengan baik di Desa Baha, tantangan dalam melestarikan Ngejot Jerimpen tetap ada. Arus modernisasi dan perubahan gaya hidup kerap kali membuat generasi muda merasa bahwa tradisi ini tidak lagi relevan. Namun, dengan keterlibatan pengantin baru, ada harapan besar bahwa tradisi ini akan terus dilestarikan. Para pemuka adat dan sesepuh desa kerap memberikan nasihat kepada pengantin baru untuk tetap menjaga dan menjalankan tradisi ini.