Genjek Karangasem: Ketika Tradisi Lisan dan Seni Tari Menyatu dalam Paduan Suara
Genjek Karangasem adalah tarian tradisional Bali yang menggabungkan seni vokal dan gerak, masih lestari di Kabupaten Karangasem hingga kini. Tarian ini tumbuh subur di wilayah pesisir timur Bali, terutama di desa-desa seperti Jasri, Ujung, Seraya, Culik, dan Tianyar. Dalam seni Genjek, keunikan yang menonjol adalah paduan suara dan musik vokal yang menirukan bunyi alat gamelan, dikenal dengan sebutan "toreng" dan "cipak."
Secara etimologis, kata "Genjek" atau "megenjekan" berasal dari kata "gonjek" yang berarti senda gurau atau candaan. Sejarah Genjek berbeda dengan tari tradisional Bali lainnya, karena tidak diciptakan oleh maestro seni tertentu, melainkan muncul dari aktivitas kumpul-kumpul masyarakat setelah beraktivitas, ditemani minuman tradisional Bali bernama tuak yang terbuat dari pohon lontar, kelapa, atau enau. Tuak, yang dihasilkan di wilayah Bali Timur, dikenal berkualitas tinggi dan merupakan salah satu produk kebanggaan lokal yang kemudian berkembang menjadi arak dengan konsentrasi alkohol lebih tinggi. Acara minum tuak ini dikenal sebagai "metuakan," dan umumnya dilakukan oleh kaum pria. Saat mereka mulai merasa mabuk, mereka bernyanyi meluapkan kegembiraan yang sering diikuti oleh teman-teman lainnya, sehingga muncullah tradisi Genjek. Tradisi metuakan hampir selalu diiringi dengan Genjek, dan kini bahkan terbentuk kelompok-kelompok Genjek yang menciptakan gending atau nyanyian. Lagu-lagu ini sering kali direkam dalam album sehingga dapat didengar dan ditiru saat acara minum bersama.
Genjek Kolosal (Sumber: Koleksi Pribadi)
Tari Genjek adalah tari pergaulan yang sangat fleksibel dan disesuaikan dengan suasana serta perkembangan terkini. Tidak ada gerakan atau vokal yang baku, sehingga para penari bebas berkreasi. Pembawa lagu dapat secara spontan menciptakan gending baru, dan rekan-rekan lainnya akan berusaha mengikuti dengan kekompakan vokal. Lagu-lagu dalam Genjek mengandung beragam tema mulai dari nasihat, rayuan, kritik, hingga sindiran, yang dibawakan secara komunikatif. Irama vokal dalam Genjek menyerupai pola dalam tari Kecak atau Janger, namun dalam Genjek, variasi vokal lebih kaya karena mereka menirukan suara gamelan yang lebih beragam. Irama dan vokal ini menciptakan suasana yang menghibur serta mendorong para peserta untuk menari mengikuti suara Genjek.
Genjek Karangasem (Sumber: Koleksi Pribadi)
Meskipun pada awalnya Genjek dimainkan oleh para peminum untuk menghibur diri mereka sendiri, kini tari Genjek tampil dalam berbagai acara masyarakat seperti pernikahan atau acara adat lainnya. Tari ini telah berkembang dan tidak lagi hanya dimainkan oleh kaum pria atau mereka yang mabuk, melainkan juga melibatkan kaum wanita sebagai pembawa lagu yang bersahutan dengan pria. Selain itu, iringan alat musik kini ditambahkan sehingga tampilan tari Genjek semakin indah dan menarik bagi penonton.
Untuk menjaga kelestariannya, tari Genjek sering dipentaskan di Pesta Kesenian Bali di Art Center. Salah satu kelompok yang tampil adalah Sekaa Genjek Kadung Iseng dari Desa Seraya Karangasem pada tahun 2018. Tradisi ini tidak hanya melestarikan seni budaya Bali, tetapi juga memperkenalkan keindahan dan nilai-nilai estetika serta etika yang ada dalam tarian ini kepada generasi muda.