Upacara Nyekah: Ritual Pasca-Ngaben untuk Penyatuan Roh Leluhur

Dalam tradisi Hindu di Bali, upacara Nyekah merupakan salah satu rangkaian penting dari upacara Pitra Yadnya. Upacara ini dilakukan setelah pelaksanaan Ngaben, bertujuan untuk menyucikan dan melepaskan roh leluhur agar mencapai pembebasan (moksa) serta menyatu dengan Brahman, sang sumber kehidupan abadi.

Feb 11, 2025 - 07:57
Jan 9, 2025 - 22:23
Upacara Nyekah: Ritual Pasca-Ngaben untuk Penyatuan Roh Leluhur
Puspalingga (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Nyekah, yang juga disebut Nyekar, berfungsi untuk memutuskan ikatan atma roh leluhur dari unsur Panca Maha Butha (lima elemen fisik) dan Panca Tan Matra (lima elemen non-fisik). Melalui rangkaian ritual ini, roh yang telah terpisah dari tubuh kasar (sthulasarira) mendapatkan simbolisasi baru berupa rangkaian bunga yang disebut Puspalingga atau Puspasarira.

Istilah “puspalingga” bermakna bunga sebagai linggih (tempat) sang pitara, sementara “puspasarira” bermakna bunga sebagai badan simbolis sang pitara. Selain itu, upacara Nyekah bertujuan agar roh yang telah dibersihkan dan disucikan dapat melanjutkan perjalanannya menuju pembebasan, bebas dari keterikatan duniawi. Proses ini juga mencerminkan penghormatan dan bakti keturunan kepada leluhur.


Upacara Nyekah (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Proses upacara Nyekah melibatkan berbagai tahap yang sarat makna simbolis, antara lain

1. Ngulapin di Segara Ritual ini dilakukan di laut untuk memohon izin kepada Ida Bethara Baruna sebagai penguasa laut. Tahap ini menandai dimulainya rangkaian Pitra Yadnya.

2. Ngajum Sekah Pada tahap ini, dibuat simbol Panca Tan Matra dalam bentuk Puspalingga atau Puspasarira menggunakan sarana seperti bambu kuning, daun beringin, dan bunga-bunga tertentu.

3. Ngaskara Sekah Rangkaian bunga yang telah dirakit disucikan dengan air bersih dan suci, diikuti dengan percikan minyak wangi. Pada bagian ulakan buluh sekah, dituliskan wijaksara sesuai tingkatan upacara (nista, madya, atau utama).

4. Narpana Sekah Sesajen dihaturkan kepada atma yang telah disucikan sebagai bentuk persembahan yadnya.

5. Ngeseng atau Mapralina Sekah Rangkaian Puspalingga dibakar sebagai simbol pelepasan Panca Tan Matra. Proses ini melambangkan penghapusan keterikatan duniawi, sehingga atma dapat menuju khayangan atau swah loka dengan damai.

6. Nganyut Sekah Setelah pembakaran, sisa-sisa ritual dibuang ke sungai suci yang bermuara ke laut. Laut dipandang sebagai perwakilan dari tujuh sungai suci (sapta gangga), yang diyakini dapat menyucikan atma.


Ngajum Sekah (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Dalam upacara Nyekah, beberapa sarana digunakan sebagai simbol penting, diantaranya

  • Sekah merupakan simbol perwujudan halus dari tubuh orang yang diabenkan. Jika berisi abu tulang, disebut Sekah Asti.
  • Donbingin adalah daun beringin yang melambangkan kekuatan spiritual, dililitkan pada kerangka sekah.
  • Bambu Buluh digunakan sebagai tempat ulakan yang diisi dengan berbagai elemen suci seperti bunga sulasih, bunga cempaka bertuliskan wijaksara, dan jemek berisi mirah putih.
  • Batang Tebu Hitam digunakan untuk penyucian dan persembahan, melambangkan harapan agar leluhur yang diupacarai diterima di sisi Tuhan.

Setelah Nyekah, dilanjutkan dengan upacara Memukur untuk menyucikan sang roh lebih lanjut. Upacara ini diikuti oleh Maligya, di mana sang pitara diangkat menjadi Widhi Wasa Pitara. Pada tahap akhir, dilakukan upacara Ngaluwer, di mana roh mencapai tingkat tertinggi sebagai Acintya Pramana Pitra.

Walaupun ritual Nyekah sangat penting, pencapaian moksa tidak hanya bergantung pada pelaksanaan Pitra Yadnya yang besar dan lengkap. Kondisi karma wasana yaitu baik buruknya perbuatan selama hidup, memainkan peranan utama dalam menentukan nasib roh setelah kematian. Oleh karena itu, perilaku mulia selama hidup menjadi bekal utama untuk mencapai kebahagiaan abadi.

Upacara Nyekah bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga wujud bakti dan penghormatan kepada leluhur. Melalui pelaksanaan yang penuh kesadaran dan tulus ikhlas, diharapkan generasi penerus dapat mewarisi nilai-nilai spiritual yang luhur serta diberkahi kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Dengan demikian, tradisi ini menjadi jembatan yang menghubungkan manusia dengan alam niskala dan Sang Hyang Widhi.