Barong Landung: Perwujudan Raja Permaisuri Kerajaan Balingkang, Akibat Murka Dewi Danu

Barong Landung merupakan barong yang memiliki ciri khas besar dan tinggi. Banyak versi yang menceritakan latar belakang dari Barong Landung. Pada kesempatan kali ini, akan dibahas mengenai versi dari Barong Landung yang diyakini dibuat untuk mengenang sosok pemimpin Kerajaan Balingkang.

Oct 5, 2023 - 06:40
Sep 25, 2023 - 13:32
Barong Landung: Perwujudan Raja Permaisuri Kerajaan Balingkang, Akibat Murka Dewi Danu
Barong Landung (Sumber Photo : Kanal Pujangga Nagari Nusantara)

Banyak cerita yang beredar di masyarakat mengenai Barong Landung. Meskipun ada beragam versi, satu kisah ini adalah yang paling terkenal di kalangan masyarakat. Meskipun jarang didengar oleh masyarakat umum, cerita ini sangat melekat di kalangan masyarakat Bali. Kisah ini menceritakan sosok pemimpin kerajaan Balingkang yakni Raja Kerajaan Balingkang dengan seorang putri China.

Bali Purwa 1178-1181 M, adalah latar waktu pada kisah ini. Kerajaan Balingkang yang pada masa itu dipimpin oleh seorang raja bernama Jayapangus yang terpikat akan kecantikan seorang putri Tionghoa yakni Kang Cing Wie dan dikabarkan akan menggelar pernikahan. Kang Cing Wie sendiri merupakan putri Tuan Subandar yang mana Ia merupakan seorang pedagang dari Tiongkok.

Di sisi lain, penasehat raja yang dikenal sebagai Mpu Siwagandu menasehati sang raja tentang malapetaka yang akan menimpa wilayah kekuasaan Raja Jayapangus jika pernikahan ini tetap dilaksanakan. Meskipun dengan penuh kekhawatiran, nasehat tersebut tidak dihiraukan oleh sang raja, yang tetap bertekad untuk melanjutkan pernikahannya dengan Kang Cing Wie.

Beberapa hari kemudian, pernikahan pemimpin Kerajaan Balingkang ini akhirnya digelar. Tak berselang lama setelah pernikahan sang raja, badai dan bencana alam lainnya pun menimpa wilayah Kerajaan Balingkang. Sehingga sang raja memutuskan bersama rakyatnya yang selamat untuk mencari tempat baru dan mendirikan istananya disana.

Pura Dalem Balingkang (Sumber Photo : Kanal Pujangga Nagari Nusantara)

Daerah yang sekarang dikenal dengan nama Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bangli. Akhirnya menjadi tempat berdirinya kembali Kerajaan Balingkang setelah bencana alam yang menimpa kerajaan tersebut sebelumnya. Istana dari  Kerajaan Balingkang ini sekarang dikenal dengan Pura Dalem Balingkang.

Namun disisi lain setelah bertahun tahun menikah, pasangan suami istri Raja Jayapangus dan permaisurinya Kang Cing Wie tidak kunjung dikaruniai keturunan. Oleh karena itu, Raja Jayapangus memutuskan berkelana jauh ke gunung batur untuk bersemedi agar diberikan karunia seorang keturunan.

Di gunung batur sang raja bertemu dengan seorang wanita cantik yang bernama Dewi Danu. Sang raja pun terpikat akan kecantikan Dewi Danu lalu mengaku jika ia masih perjaka dan belum menikah. Sang Dewi Danu pun mempercayai hal itu hingga mereka berdua akhirnya memutuskan untuk menikah dan dikaruniai seorang putra bernama Mayadenawa.

Disisi lain sang raja yang lama tak kembali dari semedinya, membuat istrinya Kang Cing Wie merasa khawatir, Ia lalu memutuskan untuk menyusul suaminya ke gunung batur. Kang Cing Wie akhirnya menemukan suaminya Raja Jayapangus. Sang raja yang melihat istrinya itu, tidak sengaja memanggilnya dengan sebutan istriku dihadapan Dewi Danu. Mendengar hal itu, membuat Dewi Danu murka karena merasa telah ditipu oleh Raja Jayapangus. Kemarahan sang Dewi Danu pun tidak bisa dibendung hingga akhirnya ia menghanguskan Raja Jayapangus bersama dengan istrinya Kang Cing Wie.

Masyarakat kerajaan Balingkang yang mengetahui hal tersebut merasa sedih dan memohon kepada Dewi Danu untuk mengembalikan kehidupan pemimpin kerajaan mereka seperti semula. Namun sayangnya hal itu tidak bisa dilakukan. Dewi Danu yang merasa kasihan dengan rakyat Kerajaan Balingkang, sebagai gantinya memberikan saran untuk membuat dua boneka besar yang serupa dengan wujud manusia  kemudian diberi nama Barong.

Untuk membedakan sang raja dan permaisurinya, Dewi Danu menyarankan agar dua boneka tersebut diwarnai dengan warna yang berbeda, yaitu hitam dan putih. Boneka yang diwarnai hitam menjadi simbol laki-laki atau sang Raja Jayapangus, sementara boneka yang berwarna putih menjadi simbol perempuan atau permaisurinya Kang Cing Wie. Masyarakat yang melihat boneka tersebut berukuran besar dan memiliki tinggi tidak seperti biasanya, membuat masyarakat menyebutnya dengan sebutan Barong Landung.

Selain untuk membedakannya, perbedaan warna pada Barong Landung juga mengandung makna dua unsur yang saling bertentangan dalam diri manusia, namun tetap harus berpadu untuk menciptakan keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan.

Barong Landung (Sumber Photo : Kanal Pujangga Nagari Nusantara)

Setiap elemen dari Barong Landung memiliki makna dan simbolisme yang unik. Rambut hitam panjang yang terurai pada Barong Landung laki-laki menggambarkan manusia yang sulit melepaskan diri dari emosi, kecemasan, dan kebencian. Matanya yang besar dan tajam mencerminkan peran pengawas terhadap perilaku manusia, baik dan buruk. Mulut lebar dengan gigi dan taring yang tajam pada Barong laki-laki melambangkan kemampuan untuk mengungkapkan amarah dan keteguhan yang sangat kuat.

Sementara pada Barong Landung perempuan, rambutnya digambarkan panjang dan disanggul, yang melambangkan kedamaian dan sikap netral dalam menghadapi segala aspek kehidupan. Matanya digambarkan sipit dengan dahi menonjol, menggambarkan ketenangan dalam berpikir dan kebijaksanaan. Berbeda dengan Barong Landung laki-laki, Barong Landung perempuan digambarkan tersenyum dengan senyuman yang melambangkan kelembutan, kesabaran, dan kehalusan dalam berbicara.

Barong Landung dibuat agar dapat selalu mengenang pemimpin masyarakat Kerajaan Balingkang pada masa itu. Yang mana sekarang Barong Landung menjadi salah satu barong yang disakralkan dan memiliki fungsi yakni sebagai penolak bala dan pemberi kesejahteraan bagi umatnya. Barong Landung dapat ditemukan di beberapa wilayah seperti Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Barong Landung umumnya dipentaskan pada saat piodalan di Pura Desa dan Puseh serta kerap muncul pada upacara Dewa Yadnya tertentu. Pada saat tertentu atau biasanya setiap enam bulan sekali, Barong Landung akan diarak mengelilingi desa dengan tujuan menciptakan keseimbangan dan harmoni dalam alam semesta.

Barong Landung merupakan salah satu kesenian dan tradisi sakral yang ada di Bali. Sebagai generasi penerus, sudah seharusnya bergerak untuk menjaga dan melestarikan setiap kesenian serta tradisi yang sudah ada selama turun temurun.