Udyogaparwa: Jalan Diplomasi yang Gagal Menuju Perang Besar Kurukshetra

Pandawa kembali setelah 13 tahun pengasingan dan menuntut hak mereka kepada Duryodhana. Krishna membantu pandawa, menawarkan solusi damai, tetapi Duryodhana dengan keras menolak. Persiapan perang besar di Kurukshetra pun dimulai, melibatkan Pandawa dan Korawa. Pertempuran ini akan menentukan nasib dinasti Kuru.

Mar 21, 2025 - 06:02
Mar 19, 2025 - 20:21
Udyogaparwa: Jalan Diplomasi yang Gagal Menuju Perang Besar Kurukshetra
5 Ksatria Pandawa (Sumber: Koleksi Pribadi)

Udyogaparwa, bagian kelima Mahabharata, dimulai setelah Pandawa menyelesaikan 13 tahun pengasingan. Merasa bahwa sudah waktunya untuk mereka menuntut kembali kerajaan yang direbut Duryodhana. Yudhishthira, sebagai saudara tertua Pandawa, merasa bahwa konflik harus dihindari sebisa mungkin. Namun, dia juga memahami bahwa mereka harus bersikap tegas. Maka, Pandawa mengutus seorang utusan kepada Duryodhana.

Ilustrasi Duryodhana yang duduk di singgasananya dengan ekspresi angkuh (Sumber: Koleksi Pribadi)

Saat utusan Pandawa tiba di Hastinapura, Duryodhana dengan angkuh menolak permintaan mereka, merasa kekuasaannya tak boleh diganggu. Meski penasihatnya, seperti Bhishma dan Vidura, menyarankan untuk bersikap diplomatis dan memberi sedikit wilayah kepada Pandawa demi menghindari perang, Duryodhana tetap keras kepala. Baginya, menyerahkan tanah adalah tanda kelemahan, dan dia bersumpah tidak akan memberikan sejengkal pun.

Ilustrasi Krishna dalam perjalanan ke Hastinapura (Sumber: Koleksi Pribadi)

Melihat situasi ini, Pandawa menyadari perlunya upaya lebih kuat untuk mencegah perang dan meminta bantuan Krishna, yang dihormati oleh kedua belah pihak. Krishna setuju menjadi utusan damai dan pergi ke Hastinapura, berharap menyelesaikan konflik melalui negosiasi. Dia yakin perang bisa dihindari jika Duryodhana menerima permintaan Pandawa, bahkan menawarkan penyelesaian adil berupa lima desa untuk mereka.

Setibanya di istana Hastinapura, Krishna disambut dengan hormat oleh para tetua keluarga Kuru, seperti Bhishma, Drona, dan Vidura. Dalam pertemuan itu, Krishna dengan bijaksana menyampaikan bahwa Pandawa tidak menginginkan kekayaan atau kekuasaan besar, melainkan hanya hak dasar mereka sebagai pewaris Kuru. Dia juga menekankan bahwa perdamaian lebih berharga daripada perang, yang hanya akan memecah keluarga besar mereka.

Saat Krishna berbicara dengan Duryodhana, perdebatan pun terjadi. Duryodhana dengan sombong menolak semua negosiasi, yakin bahwa kekuasaan adalah hak mutlaknya dan Pandawa tidak pantas mendapat apa pun. Ketika Krishna mengusulkan memberi lima desa kecil, Duryodhana sinis menjawab bahwa dia tidak akan memberikan tanah sebesar ujung jarum pun, menegaskan pilihannya untuk berperang.

Melihat Duryodhana yang keras kepala, Krishna menampakkan wujud agung-Nya sebagai Vishnu di hadapan para pemimpin Kurawa, dewa yang memegang kendali atas alam semesta. Dengan harapan dapat mengubah hati Duryodhana dan mencegah perang. Namun, Duryodhana tetap acuh, terhalang oleh kebencian dan kesombongannya dari menerima kebijaksanaan dan kebenaran.

Ilustrasi Pandawa 5 mempersiapkan perang (Sumber: Koleksi Pribadi)

Kembali ke pihak Pandawa, persiapan untuk perang mulai dikerahkan setelah diplomasi gagal. Yudhishthira dan saudara-saudaranya mulai mengumpulkan pasukan mereka. Mereka membentuk aliansi dengan raja-raja besar di seluruh negeri, termasuk raja Panchala dan Matsya. Dukungan dari sekutu-sekutu ini akan sangat penting bagi Pandawa dalam menghadapi kekuatan besar Kurawa, yang didukung oleh banyak kerajaan lain.

Di sisi Kurawa, Duryodhana juga memobilisasi kekuatan besar. Salah satu langkah utamanya adalah meminta Bhishma, kakek dari kedua belah pihak, untuk menjadi panglima tertinggi pasukan Kurawa. Bhishma, meskipun mencintai Pandawa dan mengetahui bahwa mereka berada di pihak yang benar, tetap setia kepada kerajaan Hastinapura dan merasa terikat oleh sumpahnya untuk melayani sang raja. Dengan berat hati, Bhishma menerima peran ini, walaupun hatinya hancur melihat keluarganya terlibat dalam perang.

Sementara itu, Karna, sahabat setia Duryodhana, merasa tersinggung karena Bhishma dipilih sebagai panglima. Karna selalu memiliki konflik pribadi dengan Bhishma, dan dia merasa bahwa dirinya lebih layak memimpin pasukan Kurawa. Namun, Bhishma menyatakan bahwa Karna tidak akan bertarung selama dia masih hidup. Ini menciptakan konflik internal di kubu Kurawa, yang meskipun tampak kuat, mulai menunjukkan tanda-tanda perpecahan.

Dhrishtadyumna diangkat sebagai panglima (Sumber: Koleksi Pribadi)

Di sisi Pandawa, persiapan tidak hanya melibatkan strategi militer, tetapi juga upaya menjaga moral pasukan. Yudhishthira, Arjuna, Bhima, Nakula, dan Sahadeva, dengan dukungan Krishna, memperkuat persatuan di antara sekutu-sekutunya. Mereka juga mengangkat Dhrishtadyumna, putra Drupada, sebagai panglima mereka. Dhrishtadyumna dipilih karena memiliki kemampuan militer yang luar biasa dan karena dia telah ditakdirkan untuk membunuh Drona, guru yang menjadi panglima besar Kurawa.

Kurukshetra yang menjadi medan perang (Sumber: Koleksi Pribadi)

Ketika kedua belah pihak telah sepenuhnya siap, utusan dari kedua kubu dikirim untuk menentukan hari pertempuran. Dalam pertemuan ini, ditetapkan bahwa medan perang akan berada di dataran Kurukshetra, sebuah tempat yang sudah lama dianggap sebagai tanah suci. Meskipun Kurukshetra penuh dengan nilai religius, tempat ini akan segera menjadi saksi dari salah satu pertempuran dalam sejarah epos Mahabharata.

Pandawa, dipimpin oleh Yudhishthira, yakin mereka berjuang untuk keadilan, sementara Kurawa, di bawah Duryodhana, merasa kekuatan dan kekuasaan adalah hak mereka. Setelah semua persiapan selesai, Udyogaparwa mencapai klimaksnya ketika kedua belah pihak siap bertemu di medan perang Kurukshetra, sebuah pertempuran yang tidak hanya menjadi konflik fisik, tetapi juga moral, etika, dan kehormatan, yang akan menentukan nasib dinasti Kuru dan arah sejarah India kuno.

Files