Kisah Patung Perempuan Cantik yang akhirnya Menjadi Pura Dalem Pangembak
Jika kita berbicara mengenai area Mertasari di Sanur, tentunya yang banyak terpintas di pikiran kita bahwa area Mertasari hanya terkenal dengan objek wisata yaitu pantainya. Namun, terdapat sebuah kisah menarik mengenai Pura Dalem Pangembak, salah satu pura yang terletak di sebelah barat pantai yang memiliki kisah bahwa pura ini dibangun dengan asal muasal awalnya adalah dari sebuah patung perempuan cantik.
Pura Dalem merupakan sebuah pura yang dalam kepercayaan agama Hindu memiliki fungsi sebagai pura untuk memuja kepada Dewa Siwa sebagai bagian dari Tri Kahyangan atau Kahyangan Tiga yang terdapat di setiap desa di Provinsi Bali. Selain itu, Pura Dalem juga memiliki kaitan yang erat dengan Setra dan Pura Prajapati yang merupakan tempat untuk pemujaan alam kosmis dalam menetralisir kekuatan-kekuatan positif dan negatif. Hal tersebut didasarkan dengan kepercayaan masyarakat Hindu di zaman dahulu bahwa Pura Dalem adalah tempat bagi pemujaan kepada Dewi utama dari Sekte Bhairawa, yaitu Dewi Durga. Pura Dalem Pangembak merupakan sebuah pura yang terletak di Desa Pakraman Intaran, Mertasari, Sanur, Bali. Pura Dalem Pengembak merupakan tempat suci bagi masyarakat Bali, khususnya umat beragama Hindu, untuk melakukan ritual mandi suci yang dikenal dengan istilah Melukat. Pura Dalem Pangembak telah digunakan sebagai tempat suci untuk Melukat ini sejak tahun 1920-an.
Menurut Penuturan dari Jro Mangku Made Ranten yang merupakan satu-satunya Pemangku yang ada di Pura Dalem Pengembak, pura ini pada awalnya merupakan milik kakeknya yang bernama I Wayan Netep. Di zaman dahulu, I Wayan Netep menemukan sebuah batang pohon kelapa ketika ia tengah menggembala sapi di area sekitar Pura Pangembak yang saat itu masih berupa hutan. Saat itu, I Wayan Netep tidak sengaja memahat kayu dari pohon kelapa tersebut dan mengubahnya menjadi bentuk sebuah patung berparaskan seorang perempuan yang cantik. Kemudian tanpa di duga, patung perempuan cantik yang dibuat oleh I Wayan Netep tersebut secara tiba-tiba tersenyum kepada I Wayan Netep. Seketika I Wayan Netep kaget melihat hal tersebut dan ia akhirnya jatuh pingsan. Selama ia pingsan, ia merasa seperti sedang diajak untuk jalan-jalan oleh penguasa alam gaib yang terdapat di aera hutan tersebut. Sosok penguasa alam gaib ini memiliki nama I Gusti Ngurah Jom. Selama perjalanan tersebut, I Wayan Netep diminta untuk menjalankan rangkaian pengobatan untuk membantu orang-orang, seperti membantu orang yang kesulitan dalam mempunyai keturunan, membantu orang yang sakit, hingga membantu orang uang memerlukan jabatan. Dari dalam kayu yang di ukir oleh I Wayan Netep dalam wujud Perempuan berparas cantik itu tiba-tiba mengeluarkan air. Air tersebut kemudian yang akan digunakan untuk mengobati orang-orang yang sakit atau yang memiliki berbagai jenis permasalahan lainnya.
Setelah mulai tersadar dari pingsan, I Wayan Netep diberikan Paica berupa burung gagak berwarna putih. Menurut petunjuk Beliau, apabila terdapat burung gagak berwarna putih yang datang ke rumah I Wayan Netep, maka itu menandakan bahwa ada orang yang sedang membutuhkan bantuan datang ke lokasi tempat kayu tersebut ditemukan. Ketika ada yang datang dan pada akhirnya berhasil disembuhkan, sejak itulah I Wayan Netep akhirnya percaya tentang petuha-petuah yang ia dapatkan. Setelah itu, I Wayan Netep akhirnya membuatkan pelinggih yang masih berupa turus lumbung. Orang-orang yang datang untuk berobat dan meminta bantuan pada saat itu bukanlah sembarang orang. Hanya orang-orang tertentu yang memperoleh pewisik atau orang-orang yang memiliki kemampuan spiritual sajalah yang bisa datang ke tempat tersebut. Hal ini dikarenakan masih banyak orang yang belum mengetahui informasi serta keberadaan dari tempat tersebut.
Karena semakin berjalannya waktu, semakin ramai orang yang mulai berdatangan, I Wayan Netep kemudian melakukan upaya untuk membangun pelinggih yang sederhana yang terbuat dari batu karang yang diperoleh dari laut yang akhirnya di tumpuk menjadi beberapa tumpukan. Namun, ketika itu I Wayan Netep tidak membuat suatu upacara yang seharusnya sehingga hal tersebut menyebabkan I Waya Netep pada akhirnya jatuh sakit. Ketika ia sakit, ia didatangi secara gaib oleh Sesuhunan Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel. Saat itu, Sesuhunan Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel memberikan pawisik kalaa Beliau memiliki keinginan untuk melinggih di tempat (pelinggih) tersebut. Namun untuk dapat melakukan hal tersebut, pelinggih itu harus diupacarai terlebih dahulu dan I Wayan Netep diminta untuk datang kepada Peranda yang ada di Griya Delod Pasar Sanur.
Setelah kejadian tersebut, saat subuh hari secara tiba-tiba I Wayan Netep sembuh dari sakitnya. Saat itu, tanpa berpikir lama ia langsung meminta petunjuk dan menuju ke Griya Delod Pasar Sanur. Di sana ia bertemu dengan Ratu Peranda dan Ratu Peranda tersebut memberikan sebuah solusi untuk membuatkan sarana upacara yang diperlukan untuk dapat melinggihkan Sesuhunan Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel di pelinggih tersebut. Setelah itu, Ratu Peranda juga memberikan sebuah nama untuk pura ini, yaitu Pura Dalem Pangembak. Pemberian nama Pura Dalem Pangembak ini didasarkan atas sejarah yang menunjukkan bahwa dahulu kala, tepat di sebelah pura tersebut terdapat aliran sungai besar yang bernama Tukad Pangembak. Selain itu, diperoleh juga sebuah petunjuk/pemuus bahwa Ida Sesuhunan Ratu Gede Dalem Ped Nusa Penida juga akan melinggih di pura tersebut untuk nyarengin Sesuhunan Ida Ratu Ayu Mas Manik Meketel. Karena hal tersebut akhirnya terdapat juga sebuah pelinggih penyawangan untuk Ida Sesuhunan Ratu Gede Dalem Ped Nusa Penida.
Area Pura Dalem Pangembak (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Ritual Melukat yang dilakukan di Pura Dalem Pangembak ini bertujuan untuk dapat memohon pembersihan diri secara niskala. Pembersihan diri ini bertujuan untuk menghilangkan sakit secara niskala, bebainan dan sejenisnya, atau memohon untuk diberikan keturunan bagi pasangan suami-istri yang kesulitan memiliki keturunan. Di samping itu, melukat di Pura Dalem Pangembak juga dapat memohon bantuan untuk kelancaran usaha atau bisnis. Proses Melukat di Pura Dalem Pangembak ini diawali dengan mandi/berendam di campuhan yang berlokasi di sebelah barat Pura Dalem Pangembak. Campuhan ini memiliki fungsi sebagai pengobatan sehingga apabila ada seseorang yang memiliki penyakit secara niskala akan berteriak ketika mandi atau berendam di campuhan tersebut. Selanjutnya, setelah mandi atau berendam di campuhan akan dilanjutkan dengan proses melukat dengan menggunakan bungkak nyuh gading. Melukat ini memiliki fungsi untuk dapat melebur segala jenis penyakit niskala atau nganyutin mala yang terdapat dalam diri manusia. Setelah selesai proses melukat di campuhan, selanjutnya akan dilanjutkan dengan melukat yang dilakukan di Jaba atau di depan Pura Dalem Pangembak dengan menggunakan bungkak nyuh gading dan tirta yang diperoleh dari Pura Dalem Pangembak. Hal ini memiliki fungsi untuk melakukan pembersihan diri serta memohon petunjuk kepada Ida Sesuhunan yang ada di Pura Dalem Pangembak.
Area Luar Pura (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Menurut penuturan dari Jro Mangku Made Ranten, untuk sarana yang umumnya dibawa untuk proses melukat ini terdiri dari 2 buah pejati dan 2 buah bungkak nyuh gading. Namun, jika pemedek (orang yang ingin melukat) hanya menghaturkan canang saja, tetap akan diterima untuk melakukan melukat di Pura Dalem Pangembak tersebut. Untuk dapat melakukan ritual melukat di Pura Dalem Pangembak ini dapat dilakukan setiap saat kecuali saat Pasah atau saat purnama/tilem yang jatuh tepat di hari Pasah, saat hari raya Galungan, serta saat Ida Sesuhunan Nyejer pada Piodalan yang jatuh saat hari Purnama Kadasa.