Mengungkap Keunikan Sejarah Desa Gunaksa: Terbentuk dari Pura Penangkal Ilmu Hitam yang Misterius
Desa Gunaksa di Bali adalah tempat yang sarat dengan budaya dan sejarah. Terletak di timur Pulau Bali, desa ini memiliki pesona alam yang menakjubkan, tapi juga memiliki tradisi ilmu hitam yang kuat. Ilmu hitam di sini mencakup praktik spiritual yang digunakan untuk melindungi dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, termasuk penggunaan Pura Pewalang Tamah. Desa Gunaksa memiliki akar sejarah dalam perpindahan penduduk dari Kerajaan Tutuan di Pulau Jawa. Konon Ilmu hitam masih diwariskan dan menjadi bagian penting dari budaya unik desa ini, menunjukkan ketahanan tradisi lokal di tengah modernitas.
Desa Gunaksa, yang terletak di Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali, adalah sebuah tempat yang sarat dengan misteri budaya dan sejarah yang dalam. Terlepas dari ketidakterkenalannya di antara destinasi pariwisata Bali yang lebih populer, desa ini memiliki akar budaya yang kaya dan unik yang telah membentuknya menjadi apa yang kita lihat hari ini. Sebelum kita menjelajahi peran ilmu hitam dalam sejarah terbentuknya Desa Gunaksa, mari kita terlebih dahulu memahami letak geografis desa ini. Terletak di bagian timur Pulau Bali, Desa Gunaksa memikat dengan pesona alam yang memukau, dikelilingi oleh bukit-bukit hijau yang menjulang tinggi dan berdekatan dengan pesisir laut yang indah.
Di balik keindahan alam dan ketenangan pantainya, tersembunyi misteri yang mendalam. Ilmu hitam adalah elemen sentral dalam kepercayaan dan budaya Desa Gunaksa. Meskipun istilah "ilmu hitam" mungkin terdengar misterius, sebenarnya ini merujuk pada pengetahuan dan praktik spiritual yang mendalam yang konon diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya di Desa Gunaksa. Artikel ini akan membawa kita melalui perjalanan menuju pemahaman lebih dalam tentang ilmu hitam dan bagaimana hal ini memengaruhi pembentukan serta kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Gunaksa.
Ilmu hitam di Desa Gunaksa konon ceritanya mencakup beragam praktik, keyakinan, dan ritual yang umumnya digunakan untuk melindungi, menyembuhkan, dan memberikan kesejahteraan kepada komunitas mereka. Praktik ini sering melibatkan dukun atau pemangku adat setempat yang memiliki pengetahuan khusus dalam penggunaan mantera, doa, dan ramuan herbal untuk mempengaruhi situasi atau keadaan tertentu.
Salah satu unsur penting dari sejarah ilmu hitam di Desa Gunaksa adalah Pura Pewalang Tamah atau Guna Ksaya yang menjadi awal mula. Pura ini bukan hanya sebagai tempat sembahyang. Pura ini dianggap memiliki kekuatan untuk melindungi desa dari energi negatif atau ancaman supranatural. Masyarakat setempat percaya bahwa keberadaan pura ini telah memberikan perlindungan dan kemajuan bagi pemukiman mereka.
Praktik ilmu hitam dalam beberapa kasus melibatkan penggunaan simbol-simbol atau patung-patung yang diyakini memiliki kekuatan magis tertentu. Dalam konteks Desa Gunaksa yang telah diceritakan oleh masyarakat secara turun temurun, beberapa dari simbol-simbol ini digunakan untuk maksud tertentu seperti melindungi dari roh jahat, menyembuhkan penyakit, atau mencapai tujuan spiritual yang mendalam. Namun, konon pada masa lalu Desa Gunaksa juga menyimpan tragedi gelap yang melibatkan wabah kematian mendadak masyarakat Desa Gunaksa yang disebabkan oleh praktik ilmu hitam. Akibatnya, sebagai respons atas bencana ini, masyarakat setempat bersatu untuk membentuk Pura Pewalang Tamah, sebuah tempat suci yang bertujuan untuk menghalau segala penyakit dan membebaskan desa dari bayang-bayang ilmu hitam yang mengancam hal tersebut menjadi awal mula Desa Gunaksa dan bagaimana wabah ilmu hitam memengaruhi pembentukan Desa Gunaksa.
Sejarah Desa Gunaksa memiliki akar yang dalam dan kuat yang terkait dengan peristiwa-peristiwa penting yang tercatat dalam Babad, prasasti kuno, dan cerita rakyat Desa Gunaksa. Menurut prasasti Tutuan Bukit Buluh, para pendiri Desa Gunaksa berasal dari Kerajaan Tutuan, yang awalnya berada di Kerajaan Keling di Pulau Jawa. Perpindahan mereka ke Bali merupakan awal dari pembentukan pemukiman di dataran yang sebelumnya dihiasi oleh bukit-bukit hijau. Lokasi ini kemudian disesuaikan dengan kebutuhan populasi yang terus berkembang. Akhirnya, para leluhur ini menemukan lokasi yang dianggap cocok untuk membangun pemukiman mereka, yang semula dikenal sebagai Banjar Belimbing, dan saat ini lebih dikenal sebagai Banjar Patus atau Dauh Bingin.
Pemandangan Desa Gunaksa (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)
Salah satu peristiwa yang menonjol dalam sejarah Desa Gunaksa adalah tumbangnya pohon beringin pada tahun 1952. Pohon yang megah ini tumbang selama pembangunan Sekolah Rakyat Gunaksa, dan menjadi saksi bisu dari letusan dahsyat Gunung Agung pada tahun 1963. Meskipun pohon ini tumbang, para leluhur yang membangun pemukiman ini tetap setia kepada ajaran Hindu yang mengamanatkan keberadaan elemen-elemen tertentu Meskipun pohon tersebut tumbang, para leluhur yang membangun pemukiman di Banjar Belimbing tetap setia kepada ajaran Hindu yang mengamanatkan keberadaan elemen-elemen tertentu dalam suatu pemukiman, termasuk:
1. Pelinggih sebagai Tanda Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
2. Batas wilayah yang dikenal sebagai "Palemahan".
3. Penghuni yang dianggap sebagai Pawongan (penghuni suci).
Demi memenuhi syarat-syarat ini, mereka mendirikan sebuah tempat ibadah yang dikenal sebagai Pura Pewalang Tamah atau Guna Ksaya. Guna berarti segala jenis ilmu hitam, Ksaya berarti melenyapkan. Keyakinan masyarakat setempat percaya bahwa kemajuan pemukiman mereka dipengaruhi oleh keberadaan Pura Pewalang Tamah. Pura Pewalang Tamah atau Guna Ksaya adalah sebagai pelindung masyarakat Banjar Belimbing untuk melenyapkan segala gangguan ilmu hitam. Seiring berjalannya waktu wilayah tersebut akhirnya berkembang menjadi Desa Gunaksa.
Konon, Sampai saat ini, ilmu hitam masih diwariskan dari generasi ke generasi di Desa Gunaksa, meskipun kebenarannya belum diketahui karena hal semacam ini tidak terlihat secara nyata dalam kehidupan masyarakat. Meskipun dalam menghadapi tantangan alam dan kehidupan jaman sekarang, ilmu hitam tidak tampak memiliki peran nyata dalam kehidupan masyarakat desa. Namun, kisah ini mencerminkan ketekunan dan keyakinan mereka dalam menjaga warisan nenek moyang mereka.
Saat ini, kisah tradisional tersebut masih tetap dijaga dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya di Desa Gunaksa. Ini menjadi salah satu elemen yang memperkaya keberagaman budaya Bali yang unik. Dalam menghadapi berbagai tantangan alam dan kehidupan sehari-hari, pengetahuan tradisional ini tetap memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat desa, mencerminkan ketekunan dan keyakinan mereka dalam menjaga warisan nenek moyang mereka. Desa Gunaksa adalah contoh nyata bagaimana tradisi dan kepercayaan lokal dapat bertahan dan berkembang di tengah modernitas zaman ini, membentuk sebuah komunitas dengan budaya yang unik dan berakar dalam sejarahnya yang penuh misteri.