Asal Usul Nama Kutuh
Nama Desa Kutuh sendiri memiliki makna yang dalam dan erat kaitannya dengan kondisi alam yang menjadi ciri khas desa tersebut. Dalam bahasa setempat, "Kutuh" merujuk pada daerah yang dipenuhi dengan tanaman, terutama pohon-pohon besar yang tumbuh subur di wilayah itu. Pohon-pohon besar ini menjadi lambang kesuburan tanah yang mendukung kehidupan masyarakat sejak dahulu kala. Kawasan yang kini dikenal sebagai Desa Kutuh dulunya merupakan lahan subur dengan vegetasi yang melimpah, sehingga menjadi tempat yang menarik untuk dihuni oleh penduduk awal. Nama Desa Kutuh inipun muncul dari kesan kuat terhadap kelebatan tanaman yang meliputi daerah tersebut, menegaskan pentingnya alam dalam kehidupan masyarakat sejak zaman dulu.
Pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, Desa Kutuh dijadikan Perbekelan atau pemerintahan desa yang dipimpin oleh seorang Perbekel. Namun, setelah Belanda kalah dan pemerintahan kolonial runtuh, pada tahun 1941 Desa Kutuh bergabung dengan Desa Ungasan dalam satu pemerintahan. Pemerintahan bersama ini berlangsung hingga tahun 2002, sebelum akhirnya Desa Kutuh kembali berdiri sendiri sebagai desa terpisah dengan identitas dan pemerintahan adatnya.
Legenda Ni Rangdu Kuning
Pada tahun 1682 berdiri sebuah Kerajaan Badung dipimpin oleh Ida Cokorda III yang juga dikenal dengan gelar Kyai Anglurah Pemecutan III. Suatu hari, sang raja melakukan perjalanan menjelajahi hutan yang terletak di kaki selatan Pulau Bali. Hutan ini dikenal karena keramat, indah, dan menenangkan hati. Dalam perjalanan tersebut, tanpa diduga, beliau bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Ni Rangdu Kuning, yang kecantikannya dapat memikat siapa pun yang melihatnya.
Sang Raja kemudian jatuh hati kepada Ni Rangdu Kuning, dan mereka pun menikah. Dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang putra yang diberi nama I Gusti Ngurah Ungasan. Namun, pada suatu waktu, Ni Rangdu Kuning ditinggalkan oleh raja yang kembali ke Puri Pemecutan dan tidak pernah kembali lagi. Akhirnya, Ni Rangdu Kuning tinggal bersama putranya seorang diri.
Karena Raja tak kunjung kembali, Ni Rangdu Kuning memutuskan untuk melakukan perjalanan ke arah timur. Mereka tiba di sebuah daerah yang tidak dikenal, namun memiliki banyak pohon besar yang disebut Pohon Kayu Kutuh. Dua pohon besar tersebut masih ada hingga kini sebagai bukti sejarah. Karena banyaknya pohon Kutuh di wilayah itu, Ni Rangdu Kuning menamai tempat tersebut Kutuh, dan nama tersebut akhirnya diadopsi sebagai nama desa oleh masyarakat setempat. Sejak saat itu, tempat tersebut dikenal sebagai Desa Kutuh atau Desa Adat Kutuh.
Pohon Kutuh yang Berada di Desa Kutuh (Sumber: Koleksi Pribadi)
Pohon Kutuh: Simbol Kehidupan Masyarakat Desa Kutuh
Pohon Kutuh merupakan salah satu elemen penting dalam sejarah dan budaya Desa Kutuh. Pohon ini tidak hanya dianggap sebagai tanaman biasa, melainkan memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat setempat. Pohon Kutuh berfungsi sebagai penanda wilayah, sekaligus melambangkan kesuburan dan perlindungan. Dalam kepercayaan adat Bali, pohon-pohon besar seperti Kutuh sering kali dipandang sakral dan diyakini memiliki hubungan erat dengan roh leluhur atau dewa-dewi yang melindungi desa.
Keberadaan Pohon Kutuh juga melambangkan keseimbangan antara manusia dan alam. Dalam tradisi Bali, menjaga lingkungan merupakan tanggung jawab yang berkaitan erat dengan upacara adat serta penghormatan kepada leluhur. Oleh karena itu, masyarakat Desa Kutuh sangat menjaga dan merawat Pohon Kutuh sebagai bagian dari warisan leluhur yang harus dilestarikan. Upacara adat di desa ini sering kali melibatkan persembahan di sekitar pohon tersebut, sebagai bentuk penghormatan terhadap kekuatan alam yang diyakini memberikan kesejahteraan bagi seluruh desa.
Patung Naga di Desa Kutuh (Sumber: Koleksi Pribadi)
Desa Kutuh Saat Ini
Saat ini, Desa Kutuh telah berkembang menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Bali, khususnya berkat kehadiran Pantai Pandawa yang menjadi daya tarik internasional. Tidak hanya itu, di Desa Kutuh ini juga terdapat Pantai Gunung Payung yang tidak kalah indah dari Pantai Pandawa. Selain keindahan pantainya, Desa Kutuh juga terkenal dengan potensi budaya dan keberlanjutan alamnya. Penduduk desa ini masih menjaga tradisi leluhur dan nilai-nilai adat Bali dengan sangat ketat, sekaligus beradaptasi dengan perkembangan modern melalui sektor pariwisata. Desa ini dapat menjadi contoh bagaimana masyarakat lokal dapat menjaga keseimbangan antara pelestarian alam, budaya, dan perkembangan ekonomi.