Pura Kahyangan Tiga Desa Aan: Jejak Sejarah dan Mitos yang Menyelimuti

Desa Aan memiliki Pura Kahyangan Tiga sebagai pusat spiritual, meliputi Pura Penataran Gunung Kawi, Pura Puseh dan Bale Agung, dan Pura Dalem Setra Kelod. Pura-pura ini menyimpan peninggalan leluhur, mitos dan tradisi unik seperti upacara Ngusaba dan Ngerebek, yang memperkuat harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Keberadaan Pura Kahyangan Tiga mencerminkan warisan budaya dan spiritual yang kaya, sekaligus menjadi simbol identitas masyarakat Desa Aan.

Jul 6, 2025 - 04:00
Jan 9, 2025 - 04:15
Pura Kahyangan Tiga Desa Aan: Jejak Sejarah dan Mitos yang Menyelimuti
Pura Kahyangan Tiga (Sumber : Koleksi Pribadi)

Desa Aan ditemukan sekitar tahun 1580 pada saat perjalanan Kyayi Agung Pasek Gelgel. Setelah adanya perampasan hutan, pembangunan dan penataan desa, ditemukan dan di bagunlah Desa Aan. Menurut sejarah babad pasek Desa Aan di bangun pada saat tanggal 5 maret 1755 tepatnya pada Buda Kliwon Paang. Desa Aan adalah sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Seperti halnya desa adat di Bali pada umumnya, Desa Aan juga memiliki Pura Kahyangan Tiga sebagai pusat spiritual dan kegiatan keagamaan masyarakat, yaitu Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem.

Pura Penataran Gunung Kawi (Sumber : Koleksi Pribadi)

Pura Kahyangan Tiga Desa Aan terdiri dari Pura Penataran Gunung Kawi, Pura Dalem Setra Kelod, Pura Puseh, dan Bale Agung. Pura Kahyangan Tiga ini merupakan pusat spiritual masyarakat Desa Aan dan menjadi bagian penting dari sistem tradisional Kahyangan Tiga yang diterapkan di Bali untuk menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Pura yang pertama di bangun adalah Pura Penataran Gunung Kawi.

Pura Penataran Gunung Kawi awalnya adalah Pura Pucuk Ukur Ukuran Gunung Kawi. Kemudian pura ini dipindahkan turun sejauh sekitar 700 meter ke bawah. Pemindahan ini tidak hanya membawa bangunan fisik tetapi juga menggabungkan fungsi spiritual dari pura asli di puncak bukit dengan yang baru. Sehingga terbentuklah sebuah pura gabungan yang dinamakan Pura Penataran Gunung Kawi. Hal ini menjadikan pura ini sebagai simbol kesinambungan tradisi leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Pura Penataran Gunung Kawi menjadi tempat yang sangat penting dalam pelaksanaan keagamaan di Desa Aan. Di pura ini dilaksanakan dua kali piodalan setiap tahun. Piodalan di Pura Penataran dilaksanakan pada saat Purnama Kapat dan piodalan  di Pura Gunung Kawi dilaksanakan pada saat Anggar Kasih Julung Wangi. Kedua piodalan ini melibatkan seluruh masyarakat adat Desa Aan dalam rangka menjaga keharmonisan hubungan spiritual mereka dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Pura Puseh dan Bale Agung (Sumber : Koleksi Pribadi)

Pura Puseh Desa Aan adalah salah satu bagian penting dari Pura Kahyangan Tiga yang memiliki fungsi spiritual dan sosial yang mendalam bagi masyarakat setempat. Pura ini merupakan gabungan dari semua Pura Puseh yang ada di Desa Aan, menjadikannya sebagai pusat pemujaan dan simbol persatuan masyarakat adat. Dalam struktur pura, terdapat dua pelinggih utama, yaitu Pelinggih Pura Puseh yang terletak di sebelah timur dan Pelinggih Pura Bale Agung yang berada di sebelah barat. Keberadaan kedua pelinggih ini melambangkan harmoni antara pemujaan kepada para dewa dan pelaksanaan adat yang melibatkan seluruh warga desa.

Piodalan di Pura Puseh dilaksanakan setiap enam bulan sekali, tepatnya pada Buda Manis atau Wraspati Wage Wuku Dungulan. Upacara ini merupakan momen penting bagi masyarakat untuk memohon berkah kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberikan keselamatan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Piodalan di Pura Bale Agung yang dilaksanakan setiap Purnama Kedasa sekali setahun juga menjadi bagian penting dalam tradisi spiritual Desa Aan. Upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dan para dewa yang diyakini melindungi dan memberkahi masyarakat.

Setiap setahun sekali, juga dilaksanakannya upacara Ngusaba. Pada upacara ini seluruh pratima dan seuunan Kahyangan Jagat Aan berkumpul di Pura Bale Agung. Tidak hanya itu, upacara ini juga diikuti oleh dewa-dewi dan Dewi Sri, yang merupakan simbol kesuburan dan pelindung sawah serta ladang para petani. Kehadiran Dewi Sri dalam upacara ini mencerminkan penghormatan masyarakat Desa Aan terhadap siklus pertanian dan pentingnya hubungan harmonis dengan alam.

Pura Dalem Setra Kelod (Sumber : Koleksi Pribadi)

Pura Dalem Setra Kelod adalah tempat suci di Desa Aan yang memuja Dewa Siwa dan Ratu Gede Panca Durga. Selain itu, di kompleks pura ini juga terdapat Pura Prajapati yang memiliki fungsi penting dalam kegiatan keagamaan masyarakat setempat. Piodalan di Pura Dalem Setra Kelod dilaksanakan dua kali dalam setahun, yaitu pada saat Ngusaba yang jatuh pada Purnama Kaulu dan pada saat Anggar Kasih Prangbakat yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Upacara-upacara tersebut menjadi momen penting bagi masyarakat untuk mempererat hubungan spiritual mereka dengan Dewa Siwa dan kekuatan alam semesta.

Masyarakat setempat juga memiliki kepercayaan yang erat kaitannya dengan keberadaan Pura Dalem Setra Kelod. Salah satu kepercayaan yang kuat adalah bahwa pura ini menjadi tempat mendapatkan pawisik ketika desa mengalami kejadian yang tidak baik. Situasi seperti pandemi, kematian tanpa sebab, atau kekeringan sering dianggap sebagai tanda perlunya dilakukan ritual khusus. Para pemangku Pura Dalem Setra Kelod akan akan mendapatkan pawisik bahwa akan ada kegiatan yang harus dilaksanakan disebut Ngerebek.

Upacara Ngerebek merupakan rangkaian ritual yang bertujuan untuk menetralisir energi negatif yang ada di desa. Seluruh seuunan atau pratima dari Ratu Gede dan Panca Durga akan mengelilingi Desa Aan. Ritual ini dipercaya mampu membersihkan desa dari hal-hal negatif serta memulihkan ketentraman, kenyamanan, dan keamanan masyarakat. Selain memiliki makna spiritual yang mendalam, tradisi ini juga mencerminkan kearifan lokal dan kekuatan kolektivitas masyarakat Desa Aan dalam menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan dunia niskala. Keberadaan Pura Dalem Setra Kelod dengan segala ritualnya menunjukkan bagaimana tradisi leluhur tetap hidup dan dijaga dengan penuh penghormatan hingga kini.

Pura Kahyangan Tiga Desa Aan memiliki keunikan dan nilai historis yang kaya, yang mencerminkan warisan leluhur dan tradisi spiritual masyarakat setempat. Setiap pura dalam kompleks ini memiliki ciri khas dan daya tarik tersendiri yang membedakannya dari pura-pura lain di Bali. Di Pura Penataran Gunung Kawi, misalnya, terdapat peninggalan leluhur berupa patung Ganesha, patung Dewi Laksmi, dan kendi atau kumba. Kendi tersebut memiliki makna simbolis yang mendalam, karena dipercaya jika kendi tersebut dibalikkan, maka hujan akan turun. Kepercayaan ini menunjukkan hubungan erat antara tradisi spiritual dan kehidupan agraris masyarakat Desa Aan. Selain itu, di Pura Penataran Gunung Kawi juga terdapat dua gentong yang melambangkan kemakmuran. Gentong ini dipercaya memiliki keterkaitan dengan hasil pertanian; apabila padi tumbuh subur di gentong tersebut, maka pertanian di subak juga akan berhasil baik, dan sebaliknya.

Lingga Yoni (Sumber : Koleksi Pribadi)

Keunikan lain juga terlihat di Pura Puseh yang menyimpan patung Ganesha dan lingga yoni, peninggalan jaman dulu. Lingga yoni merupakan simbol penyatuan antara Purusa dan Pradana, atau maskulinitas dan feminitas, yang mencerminkan harmoni dalam kehidupan. Patung-patung ini tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga menjadi bukti sejarah keberadaan agama Hindu yang kuat sejak zaman kuno di wilayah ini.

Sementara itu, Pura Dalem Setra Kelod memiliki fungsi penting sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa, Ratu Gede, dan Panca Durga. Panca Durga melambangkan lima elemen yang mewakili keberadaan masyarakat Desa Aan. Pura ini juga menjadi pusat kegiatan spiritual ketika desa menghadapi tantangan seperti bencana alam atau wabah. Di Pura Dalem Setra Kelod, ritual-ritual khusus seperti upacara Ngerebek sering dilaksanakan untuk menetralisir energi negatif dan memulihkan keseimbangan spiritual di desa.

Pura Kahyangan Tiga menjadi simbol kebersamaan dan identitas budaya masyarakat Desa Aan. Keberadaan Pura Kahyangan Tiga ini menunjukkan bagaimana masyarakat menjaga tradisi leluhur sekaligus menjaga hubungan harmonis dengan alam dan Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan semua keunikannya, Pura Kahyangan Tiga Desa Aan menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah, budaya, dan spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi.