Pura Puseh Batubulan : Aktualiasi Seni Dalam Arca Berwahana Nandi

Setiap pura memiliki karakteristik uniknya sendiri, dengan arsitektur memukau dan patung-patung suci yang menggambarkan mitologi Hindu. Pura Puseh di Desa Batubulan, Kabupaten Gianyar, adalah salah satu dari pura-pura tersebut dan berperan sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu. Selain itu, pura ini juga memiliki Arca Berwahana Nandi yang berkaitan dengan Dewa Siwa. Arca memiliki peran sentral dalam praktik keagamaan, mewakili dewa atau tokoh dengan sifat dewa, dan digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan roh leluhur. Ini menunjukkan peran penting arca dalam praktik agama Hindu di Bali, di mana arca adalah bagian integral dari upacara dan kepercayaan spiritual masyarakat setempat.

Oct 23, 2023 - 06:19
Oct 22, 2023 - 09:49
Pura Puseh Batubulan : Aktualiasi Seni Dalam Arca Berwahana Nandi
Pura Puseh Batubulan : Arca Berwahana Nandi (sumber : koleksi pribadi)
Pura Puseh Batubulan : Aktualiasi Seni Dalam Arca Berwahana Nandi
Pura Puseh Batubulan : Aktualiasi Seni Dalam Arca Berwahana Nandi
Pura Puseh Batubulan : Aktualiasi Seni Dalam Arca Berwahana Nandi
Pura Puseh Batubulan : Aktualiasi Seni Dalam Arca Berwahana Nandi

Di tengah gemerlap pesona alam Pulau Bali yang menawan, dengan pantai-pantai berpasir putih yang terbentang luas, tersembunyi harta budaya yang tak ternilai harganya, yaitu pura. Pulau Bali bukan hanya menjadi destinasi surgawi bagi para wisatawan yang mencari keindahan alamnya, tetapi juga merupakan tempat di mana kepercayaan dan kebudayaan Hindu tumbuh dan berkembang.

Pura-pura yang tersebar di seluruh pulau ini merupakan lambang konkret dari spiritualitas yang mendalam di Bali. Mereka berfungsi sebagai gerbang menuju dunia yang lebih tinggi, tempat para pemuja berkumpul untuk beribadah, bermeditasi, dan merayakan upacara keagamaan. Setiap pura memiliki cerita dan karakteristik uniknya sendiri, membawa arsitektur yang mengagumkan dan patung-patung suci yang menggambarkan mitologi Hindu, seperti halnya Pura Puseh yang ada di Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupten Gianyar ini.

Papan Nama Pura Puseh Desa Batubulan (sumber : koleksi pribadi)

Pura Puseh sendiri merupakan salah satu Pura yang tergabung kedalam Kahyangan Tiga yang ada di tiap-tiap desa di Bali. Kata Puseh sendiri  berasal dari kata puser yang berarti pusat. Kata pusat di sini mengandung makna sebagai pusatnya kesejahteraan dunia yang mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi umat manusia, sehingga upacara-upacara yang berhubungan dengan kelimpahan dan berkah  kehidupan dilaksanakan di Pura Puseh.

Pura Puseh adalah tempat berstana Dewa Wisnu sebagai Dewa Pemelihara dari ciptaan Hyang Widi yang dalam seni arca digambarkan dengan Laksana dengan ciri bertangan empat yang masing-masing memegang, cakra, sangka dan buah atau kuncup teratai. Wahananya adalah Garuda, sedangkan saktinya adalah Sri atau Laksmi (Dewi Kesejahteraan). Namun berbeda dengan Pura Puseh Lainnya, Pura Puseh di Batubulan ini terdapat Arca Berwahana Nandi yang erat kaitannya dengan Dewa Siwa.

Madya Mandala Pura Puseh Desa Batubulan (sumber : koleksi pribadi)

Arca memiliki peran sentral dalam praktik keagamaan karena arca dapat merepresentasikan dewa atau tokoh dengan sifat yang serupa dengan dewa. Penggunaan arca sebagai alat untuk berkomunikasi dan sebagai alat meditasi dalam konteks agama diatur oleh norma-norma keagamaan dalam proses pembuatannya. Praktik pemujaan kepada roh leluhur yang sudah ada sejak zaman prasejarah masih dijaga, dan seiring perkembangan masyarakat, praktik ini mengalami perubahan. Pada masa tersebut, masyarakat Bali mendirikan bangunan yang dihiasi dengan simbol-simbol yang melambangkan berbagai hal, yang digunakan sebagai media untuk meminta perlindungan dan keselamatan dari berbagai ancaman.

Masyarakat meyakini bahwa setiap tokoh utama atau raja yang telah meninggal akan senantiasa hadir di sekitar komunitas yang masih hidup. Oleh karena itu, masyarakat menciptakan benda-benda pemujaan, seperti arca yang disebut sebagai arca perwujudan, agar mereka dapat tetap terhubung dengan tokoh utama atau raja yang telah berpulang. Penjelasan ini menggarisbawahi bahwa peran arca sangat signifikan dalam praktik agama, terutama dalam konteks agama Hindu di Bali.

Arca yang menggambarkan ciri-ciri seorang dewa dapat digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan agama yang dianut oleh umatnya, seperti pemujaan kepada Wisnu, Siwa, atau Budha. Sesuai dengan konsep lima komponen agama yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat, arca ini termasuk dalam komponen keempat, yang disebut sebagai peralatan ritual dan upacara keagamaan. Dalam peran sebagai peralatan ritual atau upacara, arca ini mewakili seorang tokoh raja yang memiliki wujud dewa yang dihormati dan dipuja oleh komunitas yang mendukungnya.

 

Bale Kulkul Pura Puseh Desa Batubulan (sumber : koleksi pribadi)

Arca berwahana Nandi ditemukan di Pura Puseh Batubulan dan dikumpulkan bersama sisa-sisa arkeologi lainnya di Pelinggih Arca Kuno, sebuah bangunan suci. Di sana, ada satu arca Ganesha, lima arca perwujudan, dan empat fragmen arca perwujudan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa langgam pengarcaan yang sama antara satu dengan yang lain memiliki sikap badan yang kaku, proporsi badan yang tidak seimbang, frontal, mahkota yang terdiri dari susunan daun bunga lotus, dan prabha yang digepengkan dari atas. Selain itu, ada hiasan setiliran pada sisi kanan dan kiri mahkota yang seolah-olah menyerupai simping, yang disebut sebagai hiasan sayap.

Arca berwahana Nandi yang terdiri dari arca itu sendiri dan patung Nandi memiliki tinggi keseluruhan mencapai 40 cm. Arca ini memiliki tinggi 37 cm, sementara patung Nandi memiliki tinggi 26 cm dan panjang 38 cm. Terdapat juga lapik dengan tinggi 4 cm yang mendukung arca. Bahan pembuatan arca ini adalah batu padas berwarna abu-abu. Arca ini menggambarkan sosok yang duduk di atas Nandi dan memegang tali jerat, sedangkan patung Nandi berdiri tegak dengan kepala yang menghadap ke atas. Sayangnya, arca ini tidak memiliki kepala karena telah patah dan hilang. Oleh karena itu, arca ini dikenal sebagai arca berwahana Nandi yang cukup tambun dalam penampilannya.

Arca Nandi yang menjadi wahana memiliki karakteristik berdiri dengan tegak dan kepala menghadap ke atas seakan-akan ditarik oleh arca yang ia bawa. Nandi memiliki ekor melengkung yang mengarah ke bawah dan telah mengalami kerusakan serta aus. Ada hiasan grongsiang di sekitar leher Nandi, sebanyak lima buah, yang mencapai hingga ke bagian lapik arca. Selain itu, terdapat tali yang diikat pada hidung Nandi, yang kedua ujungnya dipegang oleh kedua tangan arca yang menungganginya. Arca berwahana Nandi ini dipahat dengan cara yang sangat kaku dan dikerjakan dengan detail yang sangat tebal sehingga dapat dikelompokkan ke dalam kategori arca yang berasal dari periode Bali Madya pada abad XIII-XIV Masehi, seperti yang telah dijelaskan oleh Stutterheim. Ini juga diperkuat oleh bukti arkeologis lain yang serupa dengan arca ini.

 

Utama Mandala Pura Puseh Desa Batubulan (sumber : koleksi pribadi)

Pembuatan arca berwahana Nandi bertujuan untuk menggambarkan sosok seorang pengikut ajaran Siwa pada zaman dahulu. Bentuk arca berwahana Nandi ini memiliki karakteristik yang sangat kaku, mencerminkan seni arca Bali Madya yang digunakan sebagai sarana penghormatan kepada roh nenek moyang dalam bentuk arca. Selain itu, arca berwahana Nandi ini juga menjadi simbolisasi dari roh nenek moyang yang dianggap sebagai dewa, dan digunakan sebagai objek pemujaan oleh masyarakat yang mendukungnya. Mereka percaya bahwa pemujaan ini akan membawa kesejahteraan dalam kehidupan mereka di dunia ini.

Arca Berwahana Nandi yang berada di Pura Puseh Batubulan memiliki peran sebagai alat untuk penghormatan dan sebagai alat komunikasi dengan roh leluhur. Di masa lampau, selain sebagai representasi roh leluhur, arca berwahana Nandi juga berperan sebagai perisai yang melindungi dari kejahatan dan bahaya. Saat ini, masyarakat meyakini bahwa arca berwahana Nandi digunakan sebagai media untuk menyembah Dewa Siwa sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara, dan roh suci leluhur sebagai salah satu bentuk Sang Pencipta. Dewa Siwa dipuja untuk memohon keselamatan, Dewa Wisnu dipuja untuk meraih kesejahteraan, dan roh suci leluhur dipuja sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah dimuliakan.