Tari Baris Pengider, Tari Sakral Desa Adat Gerih yang Memanifestasikan 9 Dewa Penjaga Arah Mata Angin

Tari Baris Pengider, tari sakral dari Desa Adat Gerih yang memiliki nilai seni dan budaya yang sangat tinggi. Keunikan gerak yang terukir dengan presisi, tabuh yang begitu memikat, dan makna yang sangat dalam membuat tari ini begitu istimewa bagi masyarakat Desa Adat Gerih.

Sep 9, 2023 - 06:33
Sep 10, 2023 - 18:49
Tari Baris Pengider, Tari Sakral Desa Adat Gerih yang Memanifestasikan 9 Dewa Penjaga Arah Mata Angin

Tari Baris Pengider (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)

Tari Baris Pengider adalah sebuah tarian sakral yang sungguh istimewa. Dalam setiap gerakan yang memukau, tarian ini memperlihatkan gagahnya barisan putra yang penuh keberanian. Namun, apa yang membuatnya begitu unik adalah makna yang dalam yang tersembunyi di dalamnya. Dalam tarian ini, kita dapat melihat penyatuan antara bhuana agung, yang melambangkan kebesaran alam semesta, dan bhuana alit, yang merepresentasikan diri kita sendiri. Ini adalah simbol harmoni dan keseimbangan antara dua dunia yang berbeda. Namun, yang membuat Tari Baris Pengider benar-benar istimewa adalah konsep Dewata Nawa Sanga yang tercermin dalam setiap gerakannya. Dalam bahasa yang lebih sederhana, tarian ini dapat diartikan sebagai pengider-ider, sehingga menghadirkan pesan spiritual yang dalam dengan keanggunannya yang tiada tara.

Tari Baris Pengider menghadirkan banyak elemen yang memberinya karakteristik yang begitu istimewa. Ada beberapa elemen utama yang membedakan tarian ini dari yang lain. Salah satu elemen kunci yang mencolok adalah penggunaan aksara suci dalam gerakan dan tabuhnya. Dalam tabuhnya, Tari Baris Pengider memanfaatkan aksara suci yang terkait dengan Dewata Nawa Sanga, seperti sha, bha, ta, a, i, na, ma, si, wa, ya. Ini adalah bagian penting dari identitas tarian ini. Tidak hanya dalam tabuh, gerakan dalam tarian ini juga menggabungkan aksara suci seperti Tri Kona dan Dwi Aksara. Tri Kona mencakup ang, ung, mang yang mewakili konsep penciptaan (utpeti), pemeliharaan (stiti), dan peleburan (pralina). Dwi Aksara meliputi ang, ah yang bermakna penyatuan bhuana alit dan bhuana agung dengan konsep ibu pertiwi bapa akasa.

Namun, tidak hanya elemen aksara suci yang membuat Tari Baris Pengider menonjol. Gerakan dalam tarian ini terdiri dari tiga elemen utama yaitu pepeson, pengawak, dan pengecet. Pepeson membuka tarian dengan gerakan yang kuat, mengawali keseluruhan pertunjukan. Pengawak, yang terletak di pertengahan tarian, memberikan nuansa pengadengan yang khas. Sedangkan pengecet, bagian akhir tarian, menampilkan gerakan mekotekan yang memukau. Meskipun begitu banyak elemen yang kompleks, tarian ini berhasil disederhanakan gerakanya agar mudah dipelajari oleh generasi penerus. Dalam kesederhanaannya, Tari Baris Pengider tetap memancarkan pesan mendalam dan keindahan yang tidak tergantikan.

Taris Baris Pengider ditarikan oleh sembilan orang remaja putra. Sembilan remaja putra merepresentasikan sembilan dewa yang menjaga arah mata angin atau disebut dengan Dewata Nawa Sanga. Dalam Dewata Nawa Sanga, masing-masing memiliki peran yang berbeda. Hal ini juga tergambarkan dalam tari ini dimana terdapat pebedaan arah gerakan tombaknya yang naik turun.

Kostum Tari Baris Pengider (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)

Kostum yang digunakan dalam Tari Baris Pengider memiliki nuansa yang sangat khusus dan berbeda dari tari baris pada umumnya. Yang membedakannya adalah penggunaan selendang, tombak, kober, dan gelungannya yang kaya makna.

Setiap penari memakai selendang dengan warna yang berbeda, sesuai dengan arah mata angin yang mereka wakili. Warna putih mencerminkan Dewa Iswara di timur, sementara merah muda menggambarkan Dewa Maheswara di tenggara. Dewa Brahma di selatan diwakili oleh warna merah, dan Dewa Rudra di barat daya oleh warna jingga. Warna kuning melambangkan Dewa Mahadewa di barat, hijau menggambarkan Dewa Sangkara di barat laut, biru Dewa Sambhu di timur laut, dan hitam Dewa Wisnu di utara. Penari yang memerankan Dewa Siwa di tengah menggunakan selendang dengan warna tri datu, yaitu putih, hitam, dan merah.

Selain selendang, tombak yang digunakan oleh setiap penari juga berbeda dan memiliki senjata yang merepresentasikan masing-masing dewa. Yang benar-benar membedakan Tari Baris Pengider dari tari baris lainnya adalah penggunaan kober di tombak mereka, yang memuat gambaran masing-masing dewa dalam rerajahan yang indah.

Gelungan yang berbentuk segitiga dalam tari ini mengambil inspirasi dari konsep padma agung dan tri murti. Semua elemen ini, mulai dari kostum hingga perlengkapan, menambahkan lapisan makna dan keindahan yang lebih mendalam dalam Tari Baris Pengider.

Awal mula terciptanya Tari Baris Pengider menjadi begitu berarti karena berasal dari upacara besar yang menghormati tradisi dan kepercayaan yang dalam. Ini dimulai dari Karya Agung Melaspas, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung, Manawa Ratna, Mepedanan, Mepeselang, Medasar Tawur Balik Sumpah, Utama Pura Dalem, Taman Dalem, lan Pura Prajapati. Tari Baris Pengider diciptakan secara khusus untuk menghormati dan melengkapi rangkaian karya agung ini. Proses penciptaan dimulai pada awal bulan Agustus tahun 2023.

Ketiga pihak yang terlibat dalam penciptaan Tari Baris Pengider, yakni Anom Wijaya, S.Sn sebagai penata tari, I Wayan Gitan Jaya, S.Sn sebagai penata tabuh, dan Sekha Gong Desa Adat Gerih Abiansemal sebagai penabuh, telah bersatu dalam usaha ini untuk menciptakan karya yang begitu berharga. Proses pembuatan tari ini mendapat dukungan dan restu dari Yajamana Karya serta Pengrajeg Karya, yang menambah nilai spiritual dan kebermaknaan dari pertunjukan ini. Dengan demikian, Tari Baris Pengider tidak hanya sebuah pertunjukan seni biasa, melainkan juga sebuah ungkapan mendalam dari budaya dan kepercayaan yang diberkahi oleh kolaborasi berbagai pihak.

Seniman yang berasal dari Desa Adat Gerih dengan penuh dedikasi menggarap Tari Baris Pengider sebagai bagian integral dari berbagai upacara dan perayaan sakral di wilayah mereka. Tarian ini secara khusus diciptakan untuk menghiasi pulo kerthi pada saat upacara tawur agung dan saat puncak karya agung di Pura Dalem. Selain itu, Tari Baris Pengider juga dapat menjadi bagian yang istimewa dalam upacara di pura-pura lain di Desa Adat Gerih ketika terdapat banten penguleman pejati.

Selain wilayah Desa Adat Gerih, Tari Baris Pengider juga dapat ditarikan di Pura Besakih, terutama pada saat upacara Eka Dasa Rudra. Hal ini karena tarian ini memiliki konsep yang serupa dengan Dewata Nawa Sanga, yang sangat relevan dengan konteks upacara tersebut. Keindahan dan makna tari ini dapat berkontribusi dalam memperkaya pengalaman upacara yang begitu sakral di Pura Besakih.

Selain itu, Tari Baris Pengider juga dapat dihadirkan di luar Desa Adat Gerih jika ada karya agung lain yang memiliki konsep yang serupa. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dan nilai universal dari tarian ini dalam menghormati dan memperingati Dewata Nawa Sanga serta mengangkat budaya dan tradisi yang kaya dalam berbagai konteks dan lokasi yang berbeda. Dengan cara ini, Tari Baris Pengider bisa menjadi sarana penghormatan dan penyatuan bagi masyarakat yang menghargai nilai-nilai spiritual dan budaya tradisional Bali.

Terciptanya Tari Baris Pengider memiliki akar yang dalam dalam Karya Agung Melaspas, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung, Manawa Ratna, Mepedanan, Mepeselang, Medasar Tawur Balik Sumpah, Utama Pura Dalem, Taman Dalem, lan Pura Prajapati. Tari ini bukan hanya sekadar pertunjukan seni, tetapi juga sebuah manifestasi dari rasa cinta, keinginan, dan penghargaan yang mendalam dari seniman Desa Adat Gerih terhadap warisan budaya dan tradisi.

Awalnya, Tari Baris Pengider belum ada dalam catatan sejarah yang telah ditulis oleh ahli seni seperti Prof. Dibia. Namun, melalui semangat dan kreativitas seniman Desa Adat Gerih yang ingin memiliki sebuah tari sakral yang menjadi maskot bagi desa mereka, terciptalah Tari Baris Pengider. Tarian ini menjadi simbol penting dalam memperingati dan merayakan karya agung yang diadakan di Desa Adat Gerih.

Tari Baris Pengider belum memiliki hak paten. Untuk menjadikan Tari Baris Pengider ini memiliki hak paten, masih banyak proses yang perlu dilewati untuk menyempurnakan Tari Baris Pengider. Dalam prosesnya diperlukan kolaborasi seniman-seniman dari luar Desa Adat Gerih untuk menyempurnakan tari ini.

Harapan Anom Wijaya, S.Sn sebagai penata tari, diharapkan generasi mendatang yaitu pemuda Desa Adat Gerih dapat terus melestarikan dan meneruskan karya Tari Baris Pengider ini agar tetap lestari seni dan budaya yang ada di Desa Adat Gerih. Apalagi tarian ini merupakan tari sakral yang mengandung unsur dan makna penting bagi Desa Adat Gerih.