Tradisi dan Keunikan Desa Adat Pakraman Tamanbali
Desa Adat Pakraman Tamanbali sebagai figur desa adat yang memiliki tradisi, kearifan lokal, sejarah, dan tempat suci yang masih terjaga. Siapapun akan terpesona dengan tradisi dan keunikan desa yang satu ini.
Julukan Pulau Dewata sangat cocok disematkan pada Pulau Bali. Hal tersebut tercermin dari keindahan alam yang menyejukkan mata, seperti gunung, danau, air terjun, dan lainnya. Disisi lain, Bali juga menyuguhkan keunikan budaya yang bagaikan magnet wisatawan, baik dari ragam seni, adat istiadat, hingga upacaranya. Namun, masih terdapat keberagaman budaya yang jarang dilirik oleh wisatawan yakni desa adat. Desa Adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, tradisi, dan kedudukan secara turun menurun. Setiap desa adat di Bali memiliki ciri khas keunikannya masing-masing, mulai dari lingkungan, tradisi, hingga tempat suci yang ada. Salah satu desa adat yang memiliki keunikan eksklusif adalah Desa Adat Pakraman Tamanbali.
Desa Adat Pakraman Tamanbali bertempat di Desa Tamanbali, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali. Desa Adat Pakraman Tamanbali merupakan salah satu dari 5 desa adat yang ada di desa Taman Bali. Adapun desa adat yang lain yakni Desa Adat Pakraman Guliang Kangin, Desa Adat Pakraman Jelekungkang, Desa Adat Pakraman Kuning, dan Desa Adat Pakraman Umanyar. Letak Desa Adat Pakraman Tamanbali berada di tengah Desa Tamanbali. Pada bagian selatan, desa adat ini berbatasan dengan Desa Adat Pakraman Guliang Kangin. Sedangkan bagian utara berbatas dengan Desa Adat Pakraman Siladan. Pada bagian timur berbatasan dengan Desa Adat Pakraman Jelekungkang, dan bagian barat berbatasan dengan Desa Adat Umanyar.
Bale Banjar Adat Layon (Sumber Foto: Koleksi Redaksi)
Berbeda dari desa adat pada umumnya, Desa Adat Pakraman Tamanbali memiliki palemahan atau lingkungan tempat tinggal krama banjar adat yang tidak berada dalam satu kompleks. Hal itu dilatarbelakangi oleh sejarah wangsa di masa lalu. Misalnya, Banjar Adat Presanghyang terdiri dari krama atau masyarakat yang wangsanya termasuk Pra Sanghyang. Begitu juga dengan banjar adat lainnya di Desa Adat Pakraman Tamanbali.
Desa Adat Pakraman Tamanbali memiliki wilayah terluas dan penduduk terbanyak dibandingkan desa adat pakraman lainnya di Desa Tamanbali. Hal tersebut, senada dengan jumlah banjar adat yang mencakup 9 banjar adat, meliputi Banjar Adat Sema, Banjar Adat Gaga, Banjar Adat Layon, Banjar Adat Teruna, Banjar Adat Presanghyang, Banjar Adat Pande, Banjar Adat Dadia, dan Banjar Adat Puri Tamanbali.
Situasi palemahan yang tidak kompleks memang berisiko menimbulkan perpecahan. Tetapi hal itu justru dapat mempererat ikatan kekeluargaan antar warga di Desa Adat Pakraman Tamanbali, hingga menciptakan budaya perkumpulan baru bernama Banjar Tempek. Sistem Banjar Tempek ini bagaikan peribahasa "Dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung", dimana seorang warga akan mengikuti banjar yang memiliki anggota dominan di daerah tersebut. Contohnya, seorang warga asli Banjar Adat Presanghyang tinggal di daerah yang warganya dominan Banjar Adat Teruna. Maka orang tersebut akan mengikuti tempek Banjar Adat Teruna. Namun, uniknya sistem Banjar Tempek ini hanya dapat berjalan apabila ada peristiwa duka, seperti kematian. Jika ada peristiwa suka, sistem Banjar Tempek tidak akan berjalan dan kembali ke asal banjar adat masing-masing.
Selain situasi palemahan yang unik, Desa Adat Pakraman Tamanbali juga tergolong Desa Adat Apanaga (desa yang telah mendapat pengaruh kerajaan). Hal tersebut ditandai dengan adanya beberapa artefak, seperti Pelinggih Lembu, Bale Mas, Puri, dan cerita rakyat yang berkaitan dengan Kerajaan Tamanbali. Selain artefak, terdapat juga peninggalan sejarah berupa pura yang berisikan taman dan kolam, bernama Pura Taman Narmada Bali Raja.
Artefak Pelinggih Lembu (Sumber Foto: Koleksi Redaksi)
Pura Kahyangan Tiga pada suatu desa adat umumnya terdiri dari Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem yang masing-masing berjumlah 1 pura. Namun berbeda dengan Desa Adat Pakraman Tamanbali, terdapat dua Pura Dalem, yang mana Banjar Adat Dadia parahyangan-nya di Pura Dalem Tengaling, sedangkan 8 banjar adat lainnya di Pura Dalem Gede Tamanbali. Selain pura Kahyangan Tiga, terdapat juga pura Melanting yang diusung oleh seluruh banjar adat. Setiap upacara keagamaan atau odalan di pura lingkungan Desa Adat Pakraman Tamanbali diselenggarakan oleh penyanggra atau pelaksana upacara yang bergantian setiap 6 bulan sekali.
Delapan banjar adat yang parahyangan-nya di Pura Dalem Gede Tamanbali memiliki tradisi unik bernama Mayah Ketekan. Tradisi tersebut dilakukan setiap Tilem Kapitu yang bertempat di Pura Dalem Gede Tamanbali. Tradisi Mayah Ketekan ini mirip seperti sensus penduduk, yakni bertujuan untuk menghitung jumlah pasti penduduk yang merupakan warga Desa Adat Pakraman Tamanbali, baik yang tinggal di desa maupun luar desa. Perhitungan dilakukan dengan cara warga akan memberikan uang bolong asli yang mewakili satu jiwa seseorang. Namun, belakangan ini dilakukan dengan uang seribu rupiah, karena sulitnya mencari uang bolong asli.
Pura Dalem Gede Tamanbali (Sumber Foto: Koleksi Redaksi)
Tak hanya tradisi Mayah Ketekan, terdapat juga tradisi pembagian anggota banjar yang masih dijaga oleh Banjar Adat Presanghyang. Tradisi tersebut berupa kebijakan yang membagi anggota banjar menjadi dua yakni anggota utama yang mewakili setiap anggota keluarga di pekarangan rumahnya (pangarap) dan anggota keluarga lain yang sudah menikah (balaangkap). Anggota utama berjumlah tetap 34 orang sedangkan anggota balaangkap dapat bertambah. Selain itu, anggota balaangkap tidak dapat mengadakan upacara adat atas nama mereka, melainkan harus atas nama anggota utama. Dengan demikian, tradisi tersebut secara tidak langsung dapat menjaga kerukunan antar saudara di lingkungan rumah.
Disamping tradisi dan palemahannya, Desa Adat Pakraman Tamanbali mempunyai aturan upacara pengabenan yang sangat ketat yakni upacara pengabenan dapat dilakukan oleh orang suci dan orang yang meninggal tidak wajar saja. Sedangkan, warga lainnya harus dikubur terlebih dahulu dan nanti akan mengikuti pengabenan massal yang dilaksanakan oleh masing-masing banjar adat paling lambat 5 tahun sekali. Menilik pada keunikan yang eksklusif dari Desa Adat Pakraman Tamanbali, dapat dijadikan refleksi sekaligus menjadi figur bagi desa adat lainnya untuk tetap menjaga tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki. Agar generasi mendatang dapat meneruskan tongkat estafet untuk menjaga dan melestarikannya.