I Lutung Masawitra Teken I Kakua : Ujian Monyet Atas Kesaktian Kura-Kura

Menceritakan perjalanan persahabatan seekor kera dengan seekor kura kura yang saling menipu mereka bersahabat. Berbagai cara dilakukan si kera untuk menguji kesaktian si kura kura. Lalu bagaimana cara si kura kura menghadapi berbagai masalah yang disebabkan oleh kera?

Sep 12, 2025 - 07:19
Nov 15, 2024 - 21:44
I Lutung Masawitra Teken I Kakua : Ujian Monyet Atas Kesaktian Kura-Kura
Ilustrasi Pertemanan Monyet Dengan Kura Kura (Sumber : Koleksi Pribadi)

Di tengah hutan yang luas ada harimau bersahabat dengan kera. Pada suatu hari harimau yang ekornya disambung dengan kera lari tunggang langgang, karena hatinya takut melihat kambing. Mereka lari bagaikan tidak mempedulikan yang mana hutan, lembah, dan jurang. Oleh berkatnya Tuhan, sambungan ekor mereka berdua terlepas, dikarenakan mereka berdua lari ke dua arah yang berbeda. Diceritakan si kera sudah sampai ditengah hutan yang seram. Disitu kera beristirahat, serta berguling-guling ditanah, karena tidak bisa menahan rasa sakit badannya. Nafasnya tersengal-sengal karena kelelahan. Setelah lama beristirahat, Kemudian dia bangun, bermaksud mencari air karena hausnya yang tidak tertahankan. Disanalah dia berjalan disamping jurang, siapa tau menemukan air. Tak disangka terlihat olehnya tugu batu yang sudah roboh, tempatnya si kura-kura beristirahat.

Ilustrasi Monyet dan Kura-Kura Berteman (Sumber : Koleksi Pribadi)

Si kera kaget mendengar suara dari batunya. Dikiranya suara itu suara manusia, itulah sebabnya dia tidak menjawab. Si kura-kura kemudian berkata, “Hai kera, kamu datang dari mana? Kenapa aku baru melihatmu?” Lalu si kera menyelediki datangnya suara. Tak disangka ditemukan kura-kura berada di samping batu. Si kera menjawab dengan pelan, “Saya baru sampai disini, saya tidak tau arah. Heran saya melihat penampilanmu yang aneh. Tidak ada kemiripan sama sekali dengan binatang yang lain. Itulah sebabnya saya tertawa melihat rupamu yang seperti batu.” Mendengar perkataan si kera menghinanya, si kura-kura sangat marah lalu berkata kasar, “ Hei kera, keteraluan perkataanmu, tidak tahu permasalahannya. Dengarkan perkataanku, Aku memang keturunan Bedawang Nala, yang selalu setia menjaga bumi. Leluhurku dulu terkenal tidak ada tandingannya. Kalau kamu ingin tahu kekuatanku, kemarilah mendekat. Akan aku putar-putar kamu. Ketika aku marah, bumi, gunung, serta hutan, semua dapat aku binasakan. Diriku akan menandingi kekuatanmu.” kata si kura-kura marah. Si kera sangat takut mendengar gertakan si kura-kura. Lalu ia berkata dengan pelan, “Kura-kura, maafkan sekali atas perkataanku. Bukannya karena aku meremehkanmu, sebenarnya aku tidak tahu tentang keturunanmu. Nah, mari kita berteman. Kamu akan kujadikan sebagai sahabat. Karena kita keturunan wangsa utama.” kata si kera membalas. Si kura-kura lalu menjawab dengan pelan sambil tersenyum, “Hai kera, Hal itu tidak mungkin akan tercapai seperti apa yang kamu inginkan. Karena kebutuhanmu berbeda. Aku senang dengan dedaunan yang busuk, sedangkan kamu senang dengan buah-buahan, jelas pemikiran kamu tidak sama denganku. Ada cerita tentang keturunan terdahulu yang aku pakai panutan, seperti monyet bersahabat dengan kambing. Persahabatannya yang erat, malah menyebabkan adanya perang karena memperebutkan tanduk.”. Si kera tersenyum sambil berkata, “Hei kura-kura, aku pikir tidak akan begitu. Karena aku berbeda dengan kera yang kamu ceritakan.” kata si kera dengan tegas.

Kemudian diceritakan persahabatan si kera dengan si kura-kura baik sekali. Mereka berdua selalu bersama-sama pergi mencari makan, tidak pernah berpisah, dan selalu mengikuti keinginannya. Pada suatu pagi, si kera bermaksud akan menguji perkataan si kura-kura karena mengaku dia sakti. Setelah si kera bertemu dengan sahabatnya kura kura, ia pun berkata, “Hei kura-kura besok mari kita berjalan jalan ke kebun selatan, karena aku mendengar berita, disana banyak ada umbi-umbian serta buah-buahan seperti mangga, jambu, jeruk, dan lain-lain. Serta jenis umbi-umbian yang sudah waktunya panen. Dipinggir-pinggir tegalannya juga ada rerumputan yang rimbun serta banyak sekali daun kayunnya yang busuk jatuh ke tepi jurangnya. Jahe, lempuyang, lengkuas tumbuh subur seperti hutan. Apalagi yang punya kebun tidak menjaga.” kata si kera. Si kura-kura gembira hatinya mendengar lalu berkata dengan pelan, “Nah kalau benar seperti yang kamu katakan, mari besok pagi pergi ke kebun selatan. Tapi aku berpesan, setelah sampai di kebun, kita cari makanan sendiri sendiri dan jangan ribut. Diceritakan besok paginya kera dan kura-kura sudah berangkat sangat jauh, mereka berjalan mengikuti jalan setapak, dipinggir gunung kelihatan pantainya asri yang mempesona. Setelah sampai di perkebunan mereka berdua masuk kedalam kebun, pemiliknya juga sedang tidak berada dikebun. Itulah sebabnya hati mereka berdua sangat senang karena dapat makan-makanan yang mereka sukai. 

Tak lama kemudian si kera merencanakan akal untuk mencelakai kura-kura. Lalu dia turun dari pohon kayu menuju tanaman jahe lalu mengambil umbinya dan langsung dimakan. Setelah mencicipi, seketika ia merasakan kesakitan dan menghapus air mata. Suaranya sangat keras sampai berteriak-teriak. Dikala itu kura-kura lalu mendekati dan berkata, “Hei kera, jangan begitu, berhenti berteriak-teriak! Kalau didengar oleh pemilik kebun, pasti kita akan dibunuh.” kata si kura-kura. Si kera tidak mendengarkan perkataan si kura-kura bahkan ia malah tambah keras berteriak. Kemudian suara kera terdengar oleh pemilik kebun. Pemilik kebun tergesa-gesa menuju kebunnya. Setelah sampai di kebunnya terkejut ia melihat kebunnya berantakan. Disitulah penyebab pemilik kebun marah. Ia segera mencari pelaku yang merusak kebunnya serta dengan marah berkata, "Hai pencuri, apa sebenarnya maksudmu. Berani kamu merusak kebunku, tunggu sebentar lagi, akan aku pukul kepalamu. Mendengar perkataan pemilik kebun kura-kura sangat takut lalu cepat-cepat bersembunyi di bawah tempurung kelapa. Si kera melompat ke atas pohon sambil tersenyum lalu memancing kemarahan sang pemilik kebun.

Ilustrasi Monyet Bertukar Tempat Dengan Kura-Kura (Sumber : Koleksi Pribadi)

Si kera lalu bernyanyi seperti ini, "I Lutung babuan dikayu, I kekua batan tengkulak, dug, dag, ceng, ceng, kerok" begitulah nyanyiannya berulang-ulang, menyebabkan sang pemilik kebun yang bernama Dur Budi makin marah. Botaknya bersinar karena disinari oleh matahari, matanya merah melihat keatas pohon kayunya. Dilihatnya kera sedang duduk di cabang kayu asik bernyanyi. Dur Budi sangat marah lalu dia berkata, "Hei kera binatang kotor, kamu ngomong apa? Kamu terlalu beraní denganku. Kalau memang kamu berani, turun kamu kesini, akan ku potong-potong kepalamu dengan parang. Sana kamu panggil saudaramu suruh mengeroyok aku!”. Si kera tidak mempedulikan kata Dur Budi tapi malah tambah keras bernyanyi. Setelah dia mendengar nyanyiannya, ia menyadari bahwa si kera sebenarnya memberi tahu dari liriknya. Dur Budi lalu berpikir-pikir tentang nyanyian si kera itu mencari di setiap pohon kayu yang rimbun di tebangnya. Lalu di temukan tempurung kelapa bertumpul terus dibuka lalu ditemukan kura-kura. Dur Budi sangat marah dan berkata, "Wah ini malingnya yang berani merusak kebunku." kata Dur Budi. Si kura-kura diikat terus dibawa kerumahnya.

Diceritakan setelah sampai dirumahnya Dur Budi memanggil anak dan istrinya, "Men Cening liat kesini! Sana cepat cari kayu bakar, mari kita masak kura-kura ini yang telah aku ikat. Besok pagi sediakanlah bumbu dan perlengkapannnya”. Setelah sore si kera yang masih dipohon kayu sangat gembira karena dipikirnya kura-kura akan mati. Itulah sebabnya dia berpikir mau melihat tempatnya kura-kura. Setelah si kera ditempatnya kura kura, lalu dia berkata pelan, "Hai kura kura jangan kamu menyalahkan aku! Karena ini sudah takdir tuhan, tidak bisa dihindari. Kalau saya pikir kamu tidak akan mati, kalau memang benar seperti katamu dulu. Kamu memang keturunan sakti Wisesa. Namun karena aku tulus berteman denganmu, aku datang melihatmu kalau tidak salah tebak kamu akan dimasak cokok mekukus.” kata si kera menyindir. Si kura-kura tersenyum menjawab, “Wah kalau begitu kamu tidak tahu  keadaanku sekarang. Bagaimana mungkin aku akan mati? Karena aku disini mau dipakai menantu nanti malam aku akan dinikahkan dengan anaknya Dur Budi. Itu liat pacarku baru saja selesai bikin lulur, mertuaku sibuk mengerjakan makanan untuk menyambut tamu yang akan datang.” kata si kura-kura berseri-seri tidak terlintas raut wajahnya ketakutan, walaupun día akan dibunuh. Si kera melongo mendengarkan perkataan si kura-kura. Karena kebodohannya, ia menganggap perkataannya si kura-kura benar. Oleh karena itu terlintas dipikannya akan menggantikan kura-kura menjadi menantu dan dia berkata, “Memang kamu sahabatku yang terbaik. Mari kita lanjutkan hubungan persahabatan kita. Intinya saya minta kepadamu dari hati yang tulus untuk menyerahkan pacarmu kepadaku. Aku akan menggantikanmu menjadi menantu Dur Budi. Kalau kamu tulus menyerahkan pacarmu, aku tidak akan melupakan kebaikanmu. Walaupun beberapa kali aku akan reinkarnasi aku akan bersahabat dengan kamu.” katanya si kera. Kura-kura senyum dan menjawab, "Kalau itu keinginamu, Apalagi yang mau saya katakan. Aku memang benar-benar tulus bersahabat. Aku tidak akan menolak permintaanmu. Sekarang disni kamu masuk kedalam kandang, aku akan keluar, itu sebagai bukti ketulusanku kepadamu.” katanya si kura-kura. Lalu si kera membukakan kandangnya, lalu masuk menggantikan si kura-kura. Kura-kura lalu meninggalkan si kera dan masuk ke semak-semak.

Tidak diceritakan si kura-kura dalam perjalannya. Intinya dia sudah sampat di tempat yang tersembunyi. Dicerikan sekarang Dur budi selesai mengasah pisaunya, lalu menuju ketempatnya si kura-kura sesampainya ditempat kura-kura. Dur Budi sangat kaget sebab dia melihat si kera yang berada di dalam kandangnya. Lalu si Dur Budi berkata kepada istrinya, “Men Cening, siapa yang menggantikan kura-kura dikandangnya?”. Istrinya menjawab, "Tidak tahu.”. Si Dur Budi lagi berkata, “Wah ini karena anugerah Tuhan, kura-kura diganti menjadi kera.” begitu katanya. Dia menarikan pisaunya karena kegembiraannya. “Wah mati kamu kera. Kamu binatang durhaka dan nista. Tidak salah kamu bakal ku jadikan cokok. Akan kupakai untuk menghibur pikiranku yang sedih.” begitu katanya. Si Dur Budi, istri, dan anaknya semuanya gembira dan berkata,"Lebih besar daging yang mau disembelih.”. Si Dur Budi berkata, “Men Cening tambahkan lagi bumbunya dan bawa kesini darahnya,". Mendengar kata Dur Budi, si kera sangat ketakutan. Badannya menjadi gemetar karena tidak terima dia akan dibunuh. Si kera lalu berpikir, "Wah dengan begini kura-kura akan membunuhku." begitu pikarannya, tidak menyesali perbuatannya akan kebodohannya terkena tipu daya oleh kura-kura. Kemudian dia berkata kepada si Dur Budi, "Maaf tuan, apakah tuan tidak akar ternoda membunuh dan memakan diri saya? Karena saya berkuku lima. Sesuai ajaran agama yang punya kuku lima tidak boleh dimakan karena akan menyebabkan tuan akan masuk neraka. Kalau tuan membunuh dan memakan saya, jelas tidak akan bahagia, karena saya akan membusuk dimakan rayap. Kalau tuan mau rasa daging saya enak dan meresap sampai bisa menebus nerakanya, tuan sekarang silahkan dengarkan perkataan saya. Saya ini adalah keturunan dari Gunung Kiskinda yang pernah merusak Kerajaan Alengka. Supaya Tuan tahu yang dipakai membunuh saya, tidak lain kulit kayu yang berlumut itu dipakai manggang saya, saya jelas akan mati. Kalau daging saya mau di masak jelas akan mengeluarkan enam rasa yang bagus." kata si kera. Si Dur Budi melongo mendengarkan perkataannya si kera, karena baru kali ini mendengarkan petuah. Karena kebodohan pemikiranya akan tipu daya si kera, ia pun melaksanakannya. 

Ilustrasi Monyet Kabur (Sumber : Koleksi Pribadi)

Setelah dia dapat kulit kayu lalu dikumpulkan disamping si kera, lalu dibakarlah kayunya yang membuat apinya terus berkobar. Secepatnya si kera melompat menyelamatkan diri dari kobaran api. Apinya makin berkobar bertiup angin membakar rumahnya Dur Budi sampai hangus. Rumahnya habis terbakar karena tidak ada yang bisa menolong. Si Dur Budi bersama istri dan anaknya lalu pergi menuju hutan yang sepi. Apinya makin berkobar membakar pepohonan disampang rumahnya Dur Budi. Bunga-bunganya banyak yg rontok karena pohonnya terkena hawa panas. Kumbang-kumbang banyak yang berhamburan kesana-kemari karena asap yang tebal. Suara burung gaduh terbang kebingungan. Hawa panas apinya menyusup menyebabkan banyak anak burung di sarangnya berjatuhan.

Diceritakan si kera sudah sampai di hutan yang besar. Dia bermaksud akan menyusul perjalanannya si kura-kura. Si kera tidak akan bahagia jika tidak dapat membalas perlakuan si kura-kura yang kelewatan jahat. Sepanjang jalan dia ribut memanggil si kura-kura, "Hai kamu kura-kura kelewat jahat dimana kamu, walaupun kamu sembunyi ditengah laut akan aku cari.”. Suatu malam kera beristirahat dihutan dan menyusup menyelidiki lembah, jurang dan semak-semak namun belum juga menemukan si kura - kura. Tak disangka di kebun ilalang yang luas dia menemukan si kura-kura sedang istirahatnya di bawah batu yang menonjol. Disamping si kura-kura ada ular belang sedang tidur. Kala itu kura-kura tahu kedatanganya si kera, lalu berpura-pura bersemedi. Dia memejamkan matanya seperti orang bertapa. Si kera mendekati dan berkata kasar dan menunjuk, "Hai kura mati kamu sekarang kamu kelewat jahat tidak patut di pakаi sahabat. Tingkah lakumu seperti anjing. Ikhlaskan dirimu, kepalamu akan aku banting supaya kamu tahu hasil orang yang tidak setia akan kata-katanya." kata si kera dengan galaknya. Si kura-kura dengan santainya lalu menjawab, "Memang benar seperti apakatamu. Jangan kamu marah. Bagaimana kamu akan bisa membunuhku, karena memang aku diberkati Tuhan. Disini aku ditugaskan menjaga hak milikNya. Supaya kamu tahu sekarang aku memberitahumu, walaupun tidak boleh ku umbar, ada suatu cerita yang bersifat rahasia sewaktu kalangan Betara Sura Gana, Sapta Rsi serta Raja Danawa semua mengikuti lalu tunduk untuk memutar lautan susu. Tujuannya semua itu demi memperoleh amerta serta harta kekayaan. Dimana amertanya diwadahi pondi manik dan pengikat amertanya ada disini. Aku di suruh menjaganya, itu sebabnya aku ada disini mengikuti perintah Ida Ratu Bhatara. Karena ada rumor, barang siapa yang menjaga miliknya Ida Bhatara, dia tidak akan terkena marabahaya yang menyusahkan, tidak terkena penyakit dan tidak akan mati. Kalaupun mati akan kembati hidup. Ya begitulah keajaiban ikat pinggang ini." katanya si kura-kura. Memang sangat pas oleh si kura-kura bercerita dipakai untuk menyembunyikan kejahatannya. Si kera sangat serius mendengarkan, itu sebabnya hilang marahnya. Dipikir oleh kata-katanya si kura-kura ada benarnya. Lalu dia berkata, "Hai kura-kura seperti kataku, jadi jangan kamu marah. Maafkan kata-kataku yang menyakiti hatimu, memang kelewatan aku berbicara. Tapi kenyataannya maksudku memang tulus bersabat denganmu. Kata-kata seperti itu sebagai bukti keakraban hatiku bersahabat. Ya kalan memang kebaikanmu sama denganku, aku ingin sekali memakai ikat pinggang yang ini. Supaya dapat juga saya merasakan kebaikan. Aku berjanji kepadamu, jikalau aku merasakan panjang umur dan diberkati oleh Tuhan aku tidak akan lupa bersabat denganmu sampai nanti." kata si kera mengharap sekali supaya dia diberikan ikat pinggang yg dijaga oleh kura-kura. Si kera tidak tahu itu merupakan tipu daya si kura-kura. Kala itu si kura-kura lalu berkata, "Apalagi yang bisa saya katakan kepadamu. Karena keinginanmu memakai ikat pinggang ini sebenarnya berat hati aku akan memberikannya. Tetapi karena tulusku bersabat denganmu aku tidak akan menolak memberikanmu. Tetapi aku ada saran. Aku takut akan dimarahi oleh Ida Bhatara. Aku akan meninggalkanmu disini. Jangan sekali-kali tergesa-gesa memakai ikat pinggang ini sebelum aku meninggalkanmu. Kalau aku sudah jauh berjalan, barulah kamu memakai ikat pinggang ini." kata si kura-kura. Si kera setuju karena sangat ingin memakai ikat pinggang itu. 

Ilustrasi Monyet Diserang Ular (Sumber : Koleksi Pribadi)

Dikala itulah si kura-kura pergi meninggalkannya dari tempat ular belang tidur. Setelah jauh kura-kura berjalan, kera lalu menyembah di depan ularnya yang tertidur. Setelah selesai menyembah secepatnya si kera mengambil ularnya serta mengambil mulutnya. Kala itu ularnya terkejut dan marah dikiranya ada bahaya datang. Lalu si ular mengigit dan melilit pinggangnya si kera. Lalu si kera menjerit karena bisa ularnya. Si kera lalu berguling guling menahan bisa ularnya yang menjadi-jadi Dirinya bagaikan tak bernyawa serta menangis memohon kepada Tuhan, karena bisa ular yang hebat. Si kera lalu pingsan dan terlentang dibawah kayu kepel. Sudah beberapa waktu lamanya si kera pingsan di dalam hutan. Diceritakan sekarang si kura-kura sudah dipinggir pantai. Hatinya selalu bimbang karena si kera pasti akan marah dan mencarinya serta membunuhnya. Disitulah dia merencanakan tipu daya supaya tidak dicelakai oleh si kera. Diceritakan ada kerang yang menonjol sewaktu terkena hempasan air laut pasang. Si kura-kura lalu secepatnya mendekati si kerang serta diam disampingnya. 

Diceritakan sekarang si kera sudah sehat. Hatinya sangat marah sekali dengan si kura-kura serta berpikir-pikir, "Wah tidak sekali dua kali aku mau dibunuh oleh kura-kura, memang tidak pantas dibiarkan hidup.” pemikiran si kera karena saking marahnya. Panas membara dihatinya, matanya merah nafasnya terengah-engah, serta tangannya gemetaran. Bemaksud akan melilit lehernya si kura-kura, ia terus berjalan secepatnya melewati hutan yang angker, Dia tidak memperhitungkan bahaya yang akan datang. Di jalan dia selalu bergumam dan mengumpat si kura-kura kelewatan jahat serta membawa batu yang akan dipakai membunuh kura-kura.

Ilustrasi Monyet Bersemedi di Dekat Kerang (Sumber : Koleksi Pribadi)

Dalam perjalannya tanpa henti, tak disangka sudah sampai si kera di tempatnya si kura-kura, “Hai mati kamu sekarang kura-kura. Ini lihat, tanganku akan membinasakanmu. Sekaranglah sudah selesai hasilmu berbuat jahat. Kamu selalu membuat aku sakit hati. Sekarang terima hasil dari perbuatanmu yang selalu merencanakan kematianku. Kenapa kamu diam, keluarkan kepintaranmu. Kalaupun Sang Hyang Wisnu berbelas kasih memohon ampun denganku, kamu tidak akan ku biarkan hidup.” kata si kera. Baru si kera mau memukul, kura-kura tersenyum serta berkata, “hui sahabat bagus sekali kamu datang aku selalu berharap kamu cepat datang dan aku segera dibunuh oleh sahabatku sebab jika begitu aku mendapat jalan surga. Begitulah nasihat Tuhan kepadaku. Supaya cepat aku pulang ke surga sebagai imbalan aku menjadi penunggu.” kata si kura-kura. Si kera kaget mendengarkan ucapan si kura-kura. karena kebodohannya, diapun percaya dengan kata-kata manis dari kura-kura, kemarahamya menjadi sirna serta berkata, "Ya kalau begitu, coba ceritakan asal usulnya.

Kura-kura lalu bercerita, "Diceritakan sewaktu dulu Ida Sang Hyang Dewa bertapa tidak boleh bersama istri. Ada raja raksasa yg bernama si Nila Rudraka tidak henti-hentinya berkeinginan akan merusak surga. Itulah sebabnya semua para dewata disurga bingung karena yang bisa membunuh si Nila Rudraka hanya anak dari Sang Hyang Siwa yang bernama Sang Hyang Gana. Disitulah para dewa memohon kepada lda Sang Hyang Semara menggoda Ida Bhatara Siwa yang bertapa. Supaya hatinya kasunaran, Sang Hyang Semara menggoda Sang Siwa yang sedang bertapa dengan jalan memanah panah asmara. Setelah Ida Bhatara terkena panah asmara lalu dia kasmaran dan marah. Sang Hyang Semara dibakar dengan api berkobar yang keluar dari matanya Bhatara Siwa. Ida Bhatari Ratih istri Sang Hyang Semara mendengar beritanya. Meninggalnya Ida Sang Hyang Semara dibarengin oleh istrinya. Pasukannya yang utama ada disini di batu kaung yg berupa kerang. Setiap orang yang bisa menguasainya akan menjadi Ratu Wibuh Pradnyan, susila, dan terkenal di dunia. Dan juga selalu dapat menikmati asmara bersama istri. Ya begitulah cerita Sang Hyang Semara supaya kamu tahu.” kata si kura-kura. Senang hatinya si kera mendengar ceritanya si kura-kura. Karena cerita si kura-kura, marahnya si kera menjadi hilang lalu dia berkata, "Lega perasaanku mendengarkan ceritamu. Makin percaya hatiku bersahabat denganmu. Sekarang aku minta kepadamu kalau kamu senang aku mau menggantikan kamu disini. Semoga ada berkat Tuhan aku cepat menjadi Ratu Penguasa. Aku akan memakaimu sebagai Maha Patih Mangku Bumi.” kata si kera. Lalu kura-kura tidak lagi berkata apapun dan pergi. Tidak dicerikan perjalanan kura-kura ditengah hutan.

Sekarang si kera sudah selesai mandi, lalu mempersiapkan diri duduk serta menyembah. Kelakuannya seperti orang bertapa. Sewaktu si kera sedang bersemedi di hadapan kerang yang menganga, tak disangka kerangnya menjepit tangannya. Si kera menjerit kesakitan serta menarik tangannya sambil berkata, “Maafkan saya hambamu, jangan marah, lalu tolong lepaskan tangan saya.” begitu katanya.

Ilustrasi Monyet Berada Diatas Batu (Sumber : Koleksi Pribadi)

Kala itu air laut makin pasang menyebabkan tangannya si kera dilepas. Si kera lalu naik keatas batu karangnya. Semakin takut pikirannya dia akan pasti matí tengelam. “Aduh aku pasti akan mati disini. tidak mungkin ada yang menolong kecuali berkat dari Tuhan. Begitulah omongannya sembari manyesali diri. Karena merasa dibohongi oleh kura-kura, hatinya makin sedih dan bergulingan di batu karangnya.

Files