Pesona Mata Air Beji Selaka: Keajaiban Alam yang Menyimpan Makna Spiritual

Mata Air Beji Selaka di Desa Riang Gede, Tabanan, adalah keajaiban alam yang mengalir abadi dan sarat dengan makna spiritual mendalam. Selain menjadi tempat ritual penyucian, mata air ini juga mendukung sistem irigasi subak yang penting bagi kehidupan pertanian. Keindahan alam yang asri dan ketenangan suasana menjadikan tempat ini sangat dihormati oleh masyarakat lokal dan menarik bagi pengunjung yang mencari kedamaian batin.

Aug 17, 2025 - 08:45
Aug 17, 2025 - 12:04
Pesona Mata Air Beji Selaka: Keajaiban Alam yang Menyimpan Makna Spiritual
Tempat Persembahyangan Beji Selaka (Sumber : Koleksi Pribadi)

Di Desa Riang Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan, tersembunyi sebuah keajaiban alam yang tidak hanya memikat mata, tetapi juga menyentuh hati. Mata Air Beji Selaka, sebuah sumber air yang tidak pernah kering, berdiri sebagai simbol kekuatan alam yang abadi. Tempat ini juga menjadi rumah bagi sebuah pura kecil yang disebut Pura Beji Selaka, pura yang secara khusus dipersembahkan untuk menghormati Dewa Wisnu, dewa yang diyakini menguasai air, kesuburan, dan kehidupan. Pura ini tidak hanya menjadi tempat persembahyangan, tetapi juga pusat kegiatan spiritual masyarakat setempat. Selain itu, mata air di pura ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, baik secara spiritual maupun praktis.

Nama "Beji Selaka" berasal dari dua kata, yaitu "beji" yang berarti sumber air suci, dan "selaka" yang melambangkan keindahan serta kesucian. Penamaan ini mencerminkan keyakinan masyarakat terhadap kesakralan mata air yang dianggap memiliki energi spiritual untuk menyucikan jiwa dan raga. Tempat ini juga dipercaya sebagai tempat bertemunya energi alam yang murni dengan doa-doa manusia. Menurut legenda lokal, nama "Selaka" juga merujuk pada kilauan keindahan mata air yang tampak seperti perak ketika terkena sinar matahari pagi. Aura ini dianggap sebagai berkah ilahi yang membuat tempat ini semakin sakral di mata masyarakat Bali.

Pembangunan Pura Beji Selaka diperkirakan telah dimulai pada abad ke-8, berdasarkan peninggalan arkeologi yang ditemukan di sekitar lokasi. Relief kuno di batu-batu besar yang mengelilingi mata air menunjukkan adanya pengaruh peradaban Hindu-Buddha di kawasan ini. Masyarakat Desa Riang Gede, bersama para pemangku adat serta arsitek tradisional Bali (undagi), memainkan peran penting dalam proses pembangunannya. Hingga saat ini, mereka tetap bertanggung jawab merawat pura dan kawasan mata air dengan penuh penghormatan terhadap warisan leluhur. Ritual-ritual keagamaan, seperti upacara masucian atau penyucian diri, kerap diadakan di tempat ini sebagai simbol pembersihan jiwa sebelum melaksanakan upacara besar lainnya.

Sungai Yeh Nu (Sumber : Koleksi Pribadi)

Piodalan di Pura Beji Selaka dirayakan setiap enam bulan sekali berdasarkan kalender Bali (Wuku), tepatnya pada hari Selasa Kliwon Wuku Dungulan, sehari setelah Hari Raya Galungan. Perayaan ini menjadi momen penting bagi masyarakat untuk berkumpul, berdoa, dan mempererat hubungan spiritual dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Selama piodalan, mata air dihiasi dengan hiasan janur, bunga, dan dupa, menciptakan suasana yang sarat dengan nuansa religius. Para pemedek (umat yang bersembahyang) datang dari berbagai daerah untuk memohon berkah kesucian dan kesuburan dari Dewa Wisnu.

Lokasi Mata Air Beji Selaka berada di lembah subur yang tersembunyi dari hiruk-pikuk dunia luar. Terletak di Desa Riang Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, tempat ini dikelilingi oleh hutan tropis yang asri dan aliran Sungai Yeh Nu yang jernih. Untuk mencapai mata air, pengunjung harus melewati jalur menurun dengan ratusan anak tangga yang melintasi hamparan hutan hijau. Meski perjalanan menuju lokasi cukup menantang, suasana sejuk dan suara gemericik air menciptakan kedamaian yang sulit ditemukan di tempat lain. Para pengunjung sering kali merasakan ketenangan batin setelah berada di sana, menjadikan tempat ini tidak hanya indah secara fisik tetapi juga memberikan pengalaman spiritual yang mendalam.

Menurut cerita rakyat setempat, keberadaan Mata Air Beji Selaka bermula dari legenda yang berkisah tentang seorang pertapa suci yang melakukan tapa brata di kawasan ini pada zaman dahulu. Sang pertapa berdoa kepada Dewa Wisnu untuk memberikan sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar. Sebagai jawaban atas doa tersebut, muncullah sumber air yang mengalir abadi dan tak pernah kering, bahkan di musim kemarau sekalipun. Keajaiban ini membuat mata air tersebut dihormati sebagai anugerah ilahi yang harus dijaga dan dirawat dengan penuh kesadaran spiritual. Selain itu, sebuah patung kuno yang ditemukan di dalam pohon besar di sekitar mata air semakin memperkuat kesan magis dan spiritual dari tempat ini.

Mata Air Beji Selaka  (Sumber : Koleksi Pribadi)

Aliran air dari Mata Air Beji Selaka tidak pernah berhenti, bahkan di saat musim kemarau melanda Bali. Keajaiban ini membuatnya menjadi sumber kehidupan yang sangat penting bagi masyarakat sekitar. Airnya digunakan untuk irigasi subak, sistem pengairan tradisional yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Lebih dari itu, mata air ini juga menjadi sumber air baku bagi PDAM Tabanan, yang mendistribusikan airnya untuk kebutuhan masyarakat di wilayah yang lebih luas. Meski memiliki peran penting dalam mendukung kehidupan modern, kesakralan mata air ini tetap dijaga dengan baik oleh masyarakat adat.

Mata Air Beji Selaka juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem lokal. Lingkungan sekitar yang masih asri menjadi rumah bagi berbagai flora dan fauna, menciptakan keanekaragaman hayati yang mendukung keberlanjutan alam. Upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian mata air ini patut diapresiasi. Mereka tidak hanya memanfaatkan airnya, tetapi juga merawat kawasan ini dengan penuh penghormatan terhadap adat dan tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka. Hal ini menjadikan Mata Air Beji Selaka sebagai simbol kebersamaan dan tanggung jawab bersama.

Mata Air Beji Selaka  (Sumber : Koleksi Pribadi)

Keberadaan mata air ini juga mencerminkan filosofi hidup masyarakat Bali yang dikenal sebagai Tri Hita Karana, yakni keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan alam. Ritual-ritual yang dilakukan di Mata Air Beji Selaka tidak hanya berfungsi untuk membersihkan diri secara fisik, tetapi juga untuk memperkuat hubungan spiritual dengan Sang Hyang Widhi. Setiap tetes air yang mengalir dari sumber ini seolah menjadi pengingat akan pentingnya menjaga harmoni antara semua elemen kehidupan.

Pengunjung yang datang ke Mata Air Beji Selaka sering kali terpesona oleh suasana damai yang ditawarkannya. Selain menjadi tempat untuk ritual, mata air ini juga menawarkan pengalaman spiritual yang mendalam bagi siapa saja yang ingin bermeditasi atau sekadar menikmati keindahan alam. Tempat ini mengajarkan pentingnya menjaga hubungan yang selaras dengan alam, sesuatu yang semakin relevan di tengah tantangan lingkungan yang dihadapi dunia saat ini. Mata Air Beji Selaka tidak hanya memberikan kesegaran, tetapi juga inspirasi untuk hidup lebih selaras dengan alam.