Dalem Putih dan Dalem Ireng: Asal Mula Desa Jimbaran
Jimbaran, sebuah desa yang terletak di pesisir selatan Bali, terkenal dengan keindahan alamnya, terutama pantainya yang berpasir putih dan airnya yang jernih. Desa ini juga dikenal sebagai surganya seafood, dengan berbagai macam restoran yang menyajikan ikan bakar yang lezat. Namun, di balik kehidupan sehari-hari yang begitu berwarna, tersimpan sebuah kisah menarik tentang terbentuknya desa Jimbaran. Kisah ini akan membawa kalian melalui perjalanan yang penuh intrik dan misteri, dihiasi oleh pertemuan tak terduga, keberanian, dan akhir yang mengejutkan di tanah luas terhampar Jimbaran.
Di masa lalu, di bagian timur Bali, berdiri kerajaan yang dikenal sebagai Klungkung. Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Sri Ratu Dalem, meraih cinta rakyat karena menjaga keamanan, ketenteraman, keadilan, dan kesejahteraan selama pemerintahannya. Raja memiliki dua istri dan dua putra dari pernikahannya yang kedua. Nama dari kedua putra tersebut adalah Sri Ratu Dalem Putih dan Sri Ratu Dalem Ireng. Semula, Baginda Raja Dewa Agung sangat mengasihi istrinya yang kedua dan putra-putranya yang lucu. Namun, setelah Dalem Ireng mulai belajar berdiri dan melangkah, sikap Dewa Agung berubah. Dewa Agung sangat membenci kedua putra dan istri keduanya. Sebaliknya, Dewa Agung sangat mengasihi istrinya yang pertama, padahal permaisurinya itu tidak melahirkan seorang putra pun.
Ilustrasi Dewa Agung dan Permaisurinya (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
"Paman Patih, usir istriku yang kedua bersama putra-putranya! Aku benar-benar benci melihat wajah mereka." kata raja pada suatu pagi kepada patihnya yang setia.
Patih, yang terkejut melihat perilaku aneh rajanya, awalnya menolak perintah tersebut. Namun, sebagai abdi raja dan dihadapkan pada ancaman, ia terpaksa melaksanakan perintah yang tidak manusiawi tersebut. Patih menyadari perubahan sikap tiba-tiba sang raja disebabkan pengaruh permaisuri, tetapi ia tidak berani menyampaikan pendapatnya. Permaisuri yang tidak memiliki keturunan lama merasa khawatir kekuasaan akan diwariskan kepada putra dari istri kedua. Sebelum situasi tersebut terjadi, permaisuri berupaya mempengaruhi pikiran raja agar menyingkirkan istri kedua beserta putra-putranya, sehingga kekuasaan tetap berada di bawah kendali sang permaisuri.
Pada hari itu, sang patih mengantar kedua putra dan ibu mereka keluar istana. Seluruh penduduk istana menangis menyaksikan kepergian mereka, terutama melihat sang ibu berjuang menggendong Dalem Ireng sambil menuntun Dalem Putih yang berjalan dengan susah payah. Di tengah hutan yang lebat, patih sebagai utusan raja melepas keluarga yang malang itu dengan rasa iba.
Ilustrasi Dalem Putih dan Dalem Ireng bersama Ibunya (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Bertahan dalam penderitaan, keluarga itu berpindah-pindah tempat untuk mencari buah-buahan yang bisa dimakan. Sang ibu, yang selalu menggendong Dalem Ireng dan terkadang juga Dalem Putih, semakin kehabisan tenaga. Terutama karena harus memetik buah-buahan untuk kedua putranya. Di tengah keputusasaan, pada suatu fajar menyingsing, sang ibu terpaksa meninggalkan putranya yang lebih besar.
Pagi itu, setelah matahari terbit, Dalem Putih terbangun dan kaget mendapati ibu dan adiknya tidak berada di sisinya. Dalam kecemasan, ia memanggil-manggil ibunya dan kemudian, di tengah hutan yang lebat, mencari jejak sambil menangis meraung-raung. Tiba-tiba, seorang tua muncul dari balik pohon, membuat anak itu semakin takut. Sambil menangis, ia berusaha lari menjauh dari tempat tersebut.
"Jangan takut, anak kecil! Namaku Dukuh Sakti. Aku sedang bertapa di hutan ini," kata orang tua itu setelah berhasil menangkapnya.
Dalem Putih pun digendongnya menuju pondoknya. Sang anak kecil disayanginya dengan penuh kebahagiaan. Dukuh Sakti merasa sangat bersyukur mendapatkan seorang anak lelaki yang cerdas, rajin, dan tabah. Dalem Putih kemudian dipercayakan untuk mewarisi seluruh ilmu dari Dukuh Sakti. Dalam waktu singkat, Dalem Putih mampu menguasai berbagai keterampilan seperti bermain silat, bermeditasi, membaca mantra, dan segala ilmu pengobatan yang diajarkan oleh Dukuh Sakti.
Ilustrasi Pertemuan Dalem Putih dan Dukuh Sakti (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Setelah tumbuh dewasa, Dalem Putih berhasil menguasai ilmu dengan sangat baik. Namun, kehendak Yang Mahakuasa memisahkan kedua individu yang penuh ilmu tersebut. Menjelang ajalnya, Dukuh Sakti memberikan pesan kepada muridnya yang telah dianggap sebagai anak.
"Anakku! Telah tiba saatnya, Yang Mahakuasa memanggilku, pergilah kamu ke arah barat daya. Tinggallah di daerah sekitar pura Uluwatu. Amalkanlah ilmu yang telah kau kuasai itu kepada orang-orang yang memerlukan!"
Dengan hati yang berat, Dalem Putih meninggalkan pondok Dukuh Sakti yang sudah tidak ada. Baginya, pondok tersebut adalah tempat pendidikan yang sangat berarti. Meski sulit, ia mematuhi petunjuk guru dan orang tua yang sudah tiada. Setelah melewati hutan lebat, jurang, sungai, dan bukit, lelaki yang penuh ketabahan itu akhirnya sampai di daerah Uluwatu, ujung selatan Pulau Bali. Di sana, ia memulai kehidupan baru dengan membabat hutan dan mendirikan pondok.
Kehadiran Dalem Putih di daerah baru segera diketahui oleh penduduk sekitarnya, terutama setelah mereka mengetahui bahwa Dalem Putih adalah seorang dukun yang memiliki keahlian yang luar biasa. Banyak orang yang sakit parah berhasil disembuhkan olehnya. Pemuda tampan tersebut tidak hanya dikenal sebagai sosok berilmu, tetapi juga sopan, rajin, dan memiliki budi baik terhadap setiap orang. Banyak gadis cantik yang tertarik padanya, dan akhirnya, ia menikahi seorang perawan yang dianggap sebagai yang paling cantik di daerah tersebut.
Suatu hari, seorang pemuda singgah di pondok Dalem Putih. Sayangnya, saat itu Dalem Putih sedang sibuk mencangkul di kebun, sehingga tamu tersebut hanya disambut oleh istrinya.
"Maaf, suami saya sedang bekerja di kebun. Kalau Jero tidak keberatan, tunggulah sebentar," kata istri Dalem Putih dengan ramah.
Istri Dalem Putih kemudian menjemput suaminya dari kebun. Ia mengira tamu tersebut adalah seorang miskin yang sedang sakit, terlihat dari tubuhnya yang kurus, mata sayunya, dan pakaiannya yang kumal serta compang-camping. Ketika pasangan itu kembali ke pondok, tamu anehnya sudah menghilang. Dalem Putih curiga dan yakin pemuda itu pencuri. Dugaan mereka benar saat melihat kekacauan dan kehilangan makanan. Dalem Putih marah dan mengejar pemuda itu.
Setelah menangkapnya, Dalem Putih bertanya marah, "Apa maksudmu mempermainkan aku?"
"Sapaanmu?" tanya Dalem Putih setelah pertarungan. "Ibuku memberi nama aku Dalem Ireng. Dan siapa kau?" Dalem Putih kaget dan memeluknya, "Aku kakakmu, Dalem Putih," sambil mencucurkan air mata.
Ilustrasi Pertemuan Dalem Ireng dan Dalem Putih (Sumber Photo : Koleksi Penulis)
Kedua pemuda yang telah terpisah sejak kecil itu berkumpul dalam pelukan bahagia dan rindu satu sama lain. Namun, pertemuan itu harus diakhiri dengan perpisahan. Dalem Ireng, yang terbiasa hidup berkelana, memilih untuk tidak tinggal bersama kakaknya. Ia merasa bahagia menjalani petualangan dari satu tempat ke tempat lain.
Sementara itu, Dalem Putih, atas permintaan penduduk, memutuskan untuk tetap tinggal di daerah baru tersebut. Mereka bersama-sama berhari-hari membuka hutan belantara di sebelah utara pura Uluwatu. Daerah yang baru dibuka itu sangat luas, seperti daratan yang terhampar dan terapit laut di kedua sisinya. Daerah yang luas ini diberi nama Jimbaran, yang berasal dari kata "jimbar" yang artinya 'luas terhampar'.
Kisah petualangan Dalem Putih dan Dalem Ireng menjadi sumber inspirasi yang mengajarkan kita tentang keberanian yang tak terduga, kekuatan persahabatan yang kokoh, dan nilai-nilai yang dibentuk oleh setiap perjalanan hidup. Mereka memperlihatkan bahwa keberanian muncul dari berbagai sumber, bahkan dari orang-orang yang tidak disangka-sangka. Persahabatan mereka yang kuat menjadi penopang dalam menghadapi berbagai tantangan, sementara petualangan mereka mengilustrasikan bahwa setiap perjalanan memiliki potensi untuk membentuk karakter dan mengajarkan nilai-nilai berharga. Dalam kisah ini, Dalem Putih dan Dalem Ireng tidak hanya menghadapi kekuatan jahat untuk menyelamatkan kerajaan, tetapi juga belajar mengakui kesalahan, meminta maaf, dan saling mendukung. Kisah ini menjadi inspirasi bagi kita untuk menemukan keberanian dalam diri, memperkuat persahabatan, dan menghadapi setiap petualangan hidup dengan kepala tegak.