Kerajinan Tedung Desa Mengwi, Bali: Melestarikan Warisan Budaya dan Meningkatkan Perekonomian Lokal
Bali, dengan keberagaman budaya dan warisan tradisionalnya, telah menjadi destinasi wisata unggulan bagi para pelancong mancanegara. Dibalik panorama alam yang memukau, muncul potensi lokal yang menjadi tulang punggung ekonomi desa, salah satunya adalah usaha tedung di Desa Mengwi, Bali.
Tedung adalah kerajinan berbentuk seperti payung sebagai salah satu jenis perangkat upacara yadnya keagamaan yang khususnya digunakan di Bali yang memiliki beberapa bentuk, ukuran, warna, fungsi dan istilah yang beragam. Warisan budaya ini tidak hanya menjadi mata pencaharian masyarakat setempat tetapi juga membawa dampak positif pada perekonomian desa dan kesejahteraan para perajin usaha mikro.
Desa Mengwi yang terletak di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali ini dikenal sebagai sentra kerajinan tedung atau payung tradisional khas Bali sejak tahun 1985. Tercatat sebanyak 27 pengerajin yang tak hanya menekuni tedung tradisional. Tetapi juga berkembang ke tedung modifikasi yang dijadikan dekorasi akomodasi pariwisata. Keahlian ini telah diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, menciptakan warisan budaya yang kaya dan bernilai tinggi. Masyarakat Desa Mengwi dengan penuh dedikasi menjalankan profesi sebagai pengerajin payung, memadukan keahlian tangan dan kreativitas mereka untuk menghasilkan karya-karya yang memikat.
Berbagai hasil kerajinan tedung khas Bali dari desa Mengwi dipasarkan keseluruh daerah di Bali termasuk ke daerah yang menjadi tujuan wisata, baik untuk keperluan adat dan ritual upacara keagamaan, juga untuk kebutuhan pariwisata, hiasan rumah tangga dan kantor. Dengan permintaan tedung yang banyak, menjadikan banyak penduduk desa Mengwi yang berprofesi sebagai perajin tedung, termasuk mempekerjakan pegawai yang berasal dari kabupaten lain di Bali.
Usaha Kerajinan Tedung (Sumber Foto : Koleksi Redaksi)
Kerajinan payung ini tidak hanya menjadi bagian integral dari budaya Bali, tetapi juga telah menjadi komoditas yang dicari oleh masyarakat lokal dan wisatawan. Penggunaan payung dalam upacara keagamaan di Bali telah menjadi tradisi yang berlangsung bertahun-tahun. Oleh karena itu, payung bukan hanya sekadar benda fungsional, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai spiritual dan simbolis bagi masyarakat setempat.
Salah satu pengrajin tedung di Desa Mengwi yaitu keluarga dari Ibu Gusti Agung Ayu Gita yang memulai usahanya sejak tahun 80-an, beliau merupakan generasi ke-5 yang meneruskan usaha keluarganya tersebut hingga saat ini. Dari aspek manajemen usaha dapat dijelaskan bahwa proses produksi tedung Bali adalah mulai dari pembuatan rangka, kemudian proses mengikat dengan benang, kemudian nukup atau menutup melalui mesin jarit, pasang rambu atau hiasan lainnya, dan stel serta pasang tiang dan menur (moncong).
Proses Pembuatan Tedung (Sumber Foto: Koleksi Redaksi)
Melihat tahapan proses membuatan tedung maka pelibatan tenaga kerja pada semua tahapan dilakukan dengan pembayaran secara borongan (per unit hasil). Omset penjualan rata-rata per bulan sebelum pandemi berkisar antara 10 hingga 15 juta rupiah dengan harga per unit tedung Bali antara 75 ribu jingga 1,5 juta rupiah tergantung ukuran dan jenis tedung. Sedangkan di masa pandemi omset yang diperolah berkurang hingga 70% dari omset rata-rata perbulannya.
“Selama kurang lebih 50 tahunan menjalani usaha tedung ini, banyak sekali perkembangan dan peningkatan yang terjadi, mulai dari banyaknya penambahan motif dan modifikasi payung serta fungsi dari tedung itu sendiri yang tidak hanya digunakan untuk sarana upacara saja tetapi juga digunakan sebagai dekorasi hiasan di hotel-hotel maupun villa,” ucap Ibu Gusti Agung Ayu Gita selaku salah satu pemilik usaha tedung di Desa Mengwi.
Tak hanya dikenal di dalam negeri, kerajinan payung Desa Mengwi juga menarik perhatian wisatawan mancanegara. Produk-produk unik ini telah berhasil dipasarkan ke berbagai negara, termasuk Jepang, Suriname, dan Kamboja. Keindahan dan keunikan payung Bali dari Desa Mengwi menjadi daya tarik tersendiri, mengundang minat dan apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk pelancong internasional.
Pengaruh positif dari usaha tedung tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga menciptakan ikatan kuat antarwarga dan memperkaya hubungan lintas budaya. Para perajin payung bukan hanya sekadar pengrajin, tetapi juga sebagai duta budaya yang menjembatani kekayaan warisan Bali dengan dunia luar.
Sesuai dengan data lapangan dan dokumen yang ada, bentuk, tinggi dan lebar ukuran tedung yang ada maupun dibuat para pengerajin dibeberapa pura tempat atau daerah yang masih bervariasi, baik tedung agung maupun tedung robrob. Untuk dipahami, pengertian atau penyebutan istilah tedung agung dan robrob misalnya dibedakan atas lenter atau iderider yang dikenakan pada sisi pinggir tukub atau atap tedung dengan posisi berjuntai.
Pada Tedung robrob, pada sisi pinggirnya dihiasi dengan anyaman atau sulaman dari benang sulaman atau rajutan yang menggunakan benang wol yang berwarna, seperti hitam, putih, kuning merah maupun hijau. Sedangkan tedung agung, pada hiasan tepi pinggir dijuntai dengan kain warna atau prada yang lazim disebut dengan ider-ider. Kain yang berjuntai tersebut terdiri dari dua lapis atau warna dengan ukuran kain atas atau depan lebih pendek dari pada yang di bagian bawah atau tengahnya.
Perlu diketahui bahwa dalam membuat tedung tidak hanya menampilkan unsur seni dengan berbagai ornamen, warna yang menarik, tetapi perajin harus memahami filosofi tedung yang benar sesuai dengan ajaran sastra Hindu. Ajaran tersebut termuat antara lain dalam Asta-Kosala Kosali yang meliputi: jenis, bentuk ukuran tedung, kober, umbul-umbul yang tepat dan ideal, terlebih untuk yang dikategorikan sakral.
Usaha Kerajinan Tedung (Sumber Foto : Koleksi Redaksi)
Dalam upaya melestarikan dan mengembangkan usaha tedung ini, Desa Mengwi dapat menjadikan pusat pelatihan bagi generasi muda agar mereka mewarisi keahlian ini dengan baik. Dukungan dari pemerintah dan pihak terkait juga dapat memperluas pasar produk tedung Bali, sehingga manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat dirasakan oleh lebih banyak masyarakat.
Secara keseluruhan, usaha tedung di Desa Mengwi, Bali, adalah contoh nyata bagaimana warisan budaya lokal dapat menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan. Melalui upaya pelestarian, promosi, dan kolaborasi yang baik, Desa Mengwi tidak hanya dapat mempertahankan kekayaan budayanya tetapi juga menciptakan cerita sukses dalam mengembangkan usaha mikro yang berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat setempat.