Kurma Awatara: Penjelmaan Dewa Wisnu dalam Misi Menopang Gunung Mandara

Penjelmaan Dewa Wisnu dalam wujud kura-kura, dikenal melalui kisah epiknya dalam Samudra Manthan. Lutan susu diaduk untuk mendapatkan Amerta. Wisnu mengambil bentuk kura-kura raksasa untuk menopang Gunung Mandara, yang digunakan sebagai poros pengadukan. Tanpa kehadirannya, keseimbangan alam semesta akan runtuh. Kurma Awatara menjadi simbol ketangguhan dan pengorbanan dalam menjaga stabilitas kosmis, menjadikannya salah satu penjelmaan Wisnu yang paling unik dan legendaris.

Apr 22, 2025 - 06:00
Apr 22, 2025 - 08:28
Kurma Awatara: Penjelmaan Dewa Wisnu dalam Misi Menopang Gunung Mandara
Gambar Dewa Wisnu Yang Menjelma Menjadi Kura-Kura (Sumber: Koleksi Pribadi)

Kurma Awatara terutama dikenal melalui perannya dalam peristiwa Samudra Manthana (pengadukan lautan susu). Namun, Tidak ada banyak kisah lain yang menggambarkan kemunculan Kurma Awatara di luar konteks proses pengadukan ini. Inkarnasi Wisnu yang berwujud kura-kura ini secara khusus dikaitkan dengan satu tujuan utama, yaitu menstabilkan Gunung Mandara dalam pengadukan lautan untuk mendapatkan Tirta Amerta (air kehidupan).

Pada masa Satyayuga, Para dewa dan asura (raksasa) hidup dalam keadaan saling bersaing dan berebut kekuasaan. Mereka hidup berdampingan namun dalam keadaan penuh persaingan. Kedua golongan ini saling berlomba untuk mendapatkan kekuasaan dan dominasi atas alam semesta. 

Pada dewa dan raksasa sama-sama ingin mendapatkan tirta amerta, yaitu cairan suci yang dapat memberikan kehidupan abadi. Namun, tirta amerta tersebut berada di dasar lautan susu atau yang disebut laut Ksira (Ksirasagara), dan untuk mengeluarkannya, diperlukan kekuatan besar untuk mengaduk lautan tersebut.

Dewa dan Asura yang selalu berkompetisi (Sumber: Koleksi Pribadi)

Para dewa dan asura setuju untuk bekerja sama melakukan sebuah pertemuan di puncak Gunung Meru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta dan mereka memutuskan untuk menggunakan gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka). Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantaboga. Setelah mendapat izin dari Baruna (Dewa Samudra), mereka membawa gunung Mandara ke tengah laut Ksira.

Proses Pengangkatan Gunung Mandara (Sumber: Koleksi Pribadi)

Mereka memutuskan untuk mengaduk lautan dengan menggunakan Gunung Mandara sebagai tongkat pengaduk, dan Naga Vasuki sebagai tali pengikat meliliti gunung. Ketika persiapan sudah selesai, Gunung Mandara ditempatkan di tengah lautan dan Naga Vasuki dililitkan di sekeliling gunung tersebut.

Proses Samudramanthana (Sumber: Koleksi Pribadi)

Para dewa menarik ekor naga, sementara para asura memegang kepala naga. Mereka mulai menarik naga ke depan dan ke belakang untuk mengaduk lautan susu. Namun, masalah segera muncul. Gunung Mandara yang sangat besar dan berat mulai tenggelam ke dasar lautan, membuat usaha mereka sia-sia.

Melihat situasi ini, para dewa segera memohon bantuan kepada Dewa Wisnu, penguasa alam semesta. Wisnu, yang mengetahui pentingnya mendapatkan tirta amerta untuk menjaga keseimbangan dunia, memutuskan untuk turun ke dunia dalam wujud Kurma Awatara, awatara dalam bentuk kura-kura raksasa.

Kurma Awatara mulai kembali ke bentuk Dewa Wishnu (Sumber: Koleksi Pribadi)

Ia mengambil posisi di bawah Gunung Mandara, menopang gunung di punggungnya agar tidak tenggelam. Dengan kekuatan besar Kurma Awatara, gunung itu dapat tetap berada di permukaan laut. Setelah mereka berhasil mendapatkan tirta amerta. Mereka langsung minum tirta amirta tersebut, para dewa mendapatkan kekuatan dan kekuatan mereka kembali. Mereka mampu mengalahkan para asura dan mengembalikan kedamaian serta keseimbangan di dunia. Kurma Awatara, yang telah membantu menopang Gunung Mandara selama pengadukan lautan, kemudian kembali ke alamnya setelah tugasnya selesai.

Kurma Awatara (Sumber: Koleksi Pribadi)

Pada akhirnya, Kurma Awatara menjadi awatara ke dua dari sepuluh awatara Wisnu yang paling dihormati dalam tradisi Hindu. Meskipun awatara ini tidak sepopuler beberapa awatara lainnya seperti Rama atau Krishna, perannya dalam menjaga keseimbangan dunia tetap sangat penting dan dihormati dalam berbagai upacara dan ritual agama Hindu.

Kurma Awatara menggambarkan kekuatan dan belas kasih Dewa Wisnu dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Dengan wujudnya sebagai kura-kura raksasa, Wisnu menunjukkan bahwa tidak ada bentuk atau cara yang terlalu kecil atau sederhana untuk menyelamatkan dunia, selama dilakukan dengan niat yang benar. Kurma Awatara juga menunjukkan bahwa meskipun kekuatan besar diperlukan untuk mencapai tujuan, kerjasama dan kepercayaan di antara pihak yang berbeda sangatlah penting.

Kurma Awatara sebagai bentuk keseimbangan alam semesta (Sumber: Koleksi Pribadi)

Dalam beberapa interpretasi atau narasi, bentuk kura-kura ini juga dilihat sebagai simbol dari konsep yang lebih besar tentang stabilitas dan ketahanan. Karena kura-kura merupakan makhluk yang memiliki cangkang keras sebagai perlindungan, hal ini juga dikaitkan dengan peran Wisnu sebagai pelindung alam semesta yang selalu siap menstabilkan dan menjaga keseimbangan di saat-saat kritis.

Kurma Awatara tidak hanya menopang gunung tetapi juga menjaga keseimbangan antara para dewa dan asura selama proses pengadukan. Hal ini penting karena tanpa keseimbangan, usaha mereka tidak akan berhasil. Seperti Kurma Awatara yang menjaga keseimbangan antara kekuatan para dewa dan asura, kita juga harus memastikan kedua aspek ini selaras agar hidup tetap harmonis.

Kurma Awatara melambangkan pentingnya fondasi yang kuat dan stabil dalam menghadapi tantangan besar. Sehingga kisah kurma awatara ini mengajarkan bahwa keseimbangan adalah kunci untuk keberhasilan. Layaknya keberadaan Kurma Awatara sebagai dasar gunung memungkinkan pengadukan lautan berlangsung dengan lancar.

Files