Liep-Liep Lipi Gadang, Nasihat leluhur Cerminan Hidup dalam Piteket Sesonggan

Di balik keindahan bahasa Bali, tersimpan harta karun budaya berupa sesonggan paribahasa leluhur yang sarat nasihat hidup. Liep-Liep Lipi Gadang mengajarkan agar tidak mudah terbuai penampilan, Taluh Apit Batu menasihati untuk berhati-hati saat menghadapi situasi sulit, dan Ada andus ada apine mengingatkan pentingnya menilai informasi secara bijak sebelum mempercayainya. Melestarikan bahasa Bali berarti menjaga kebijaksanaan leluhur tetap hidup dan relevan bagi generasi sekarang.

Sep 15, 2025 - 06:38
Sep 15, 2025 - 08:13
Liep-Liep Lipi Gadang, Nasihat leluhur Cerminan Hidup dalam Piteket Sesonggan
Nasihat Orang Tua, Ilustrasi AI (Sumber: Koleksi Pribadi)

Lebih dari sekadar kata-kata indah, sesonggan adalah sastra lisan tradisional Bali yang menyimpan nasihat, petuah, dan kebijaksanaan hidup. Sesonggan merupakan salah satu jenis basita paribasa yang lahir dari kata “ungguh”, yang berarti duduk, tempat, atau tinggal. Dengan tambahan akhiran “-an” dan pengucapan yang dipercepat, terbentuklah istilah sesonggan, yang melambangkan sesuatu yang seirama, senasib, dan sejalan.

Setiap ungkapan dalam sesonggan dirancang agar mudah diingat, sekaligus menyampaikan nilai moral, etika, dan kearifan lokal secara halus. Tak heran jika sesonggan selalu hadir dalam percakapan sehari-hari, menjadi jembatan antara hiburan, pendidikan, dan tradisi leluhur.

Liep-Liep Lipi Gadang, Ilustrasi AI   (Sumber: Koleksi Pribadi)

Salah satu contohnya adalah Liep-Liep Lipi Gadang. Sesonggan ini mengandung pesan agar manusia tidak mudah terbuai oleh penampilan luar atau kesan pertama. Seperti lapisan besar yang tampak megah di luar, seseorang atau suatu keadaan bisa berbeda kenyataannya di baliknya. Dengan memahami pesan ini, diingatkan untuk menilai segala sesuatu dengan bijaksana, bukan sekadar melihat permukaannya.

Taluh Apit Batu, Ilustrasi AI   (Sumber: Koleksi Pribadi)

Selain itu, ada pula Taluh Apit Batu, sebuah pepatah atau sesonggan Bali yang menggambarkan seseorang berada dalam situasi bahaya atau terjebak, di mana posisinya sangat sulit dan genting. Ungkapan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa setiap tindakan dalam kondisi tersebut berisiko membawa celaka atau masalah lebih besar. Pesan ini mengajarkan kesabaran, kehati-hatian, dan berpikir jernih sebelum bertindak, terutama saat menghadapi situasi yang sulit.

 

Ada Andus Ada Apine, Ilustrasi AI   (Sumber: Koleksi Pribadi)

Terdapat juga sesonggan Ada andus ada apine, yang mengajarkan agar manusia bijak dalam memilah berita dan informasi. Ungkapan ini memiliki arti tidak semua berita itu benar, dan setiap kebenaran harus ada buktinya. Sama seperti adanya "asap" (andus), tentu ada "api" (apine) yang membakarnya. Sesonggan ini mengingatkan untuk tidak mudah percaya begitu saja, melainkan mencari penjelasan atau bukti yang mendasari suatu informasi sebelum meyakininya

Kuluk Ngongkong Tuara Ngutgut, Ilustrasi AI (Sumber: Koleksi Pribadi)

"Kuluk Ngongkong Tuara Ngutgut" adalah salah satu sesonggan Bali yang mengingatkan akan pentingnya keselarasan antara kata dan perbuatan. Ungkapan ini menggambarkan seseorang yang hanya berbicara tanpa diiringi tindakan nyata. Seperti anjing yang menggonggong tapi tidak menggigit, orang yang seperti ini mungkin terdengar banyak memberi nasihat atau janji, namun pada kenyataannya tidak melakukan apa-apa. Pesan dari sesonggan ini mengajarkan agar senantiasa menepati kata-kata dengan perbuatan, karena nilai sebuah ucapan hanya bermakna jika dibarengi dengan tindakan yang nyata.

Beberapa sesonggan Bali juga mengandung pesan bijak tentang kehati-hatian dan kesadaran dalam bertindak. "Ngelidin Sema Nepukin Setra" menggambarkan keadaan di mana seseorang berusaha menghindari satu bahaya, tetapi tak disangka bertemu bahaya lainnya. "Ngajahin Bebek Ngelangi" menegaskan bahwa memberi nasihat kepada orang yang sudah mahir adalah sia-sia, seperti mengajari bebek yang sudah pandai berenang. "Blakas Mangan di Pisaga" melukiskan kenyataan bahwa memiliki anak yang rajin dan cakap belum tentu membuat rumah tangga menjadi lebih mudah, karena kadang kemampuan itu tidak dapat dimanfaatkan di rumah sendiri.

Ngerebutin Balung Tan Paisi, Ilustrasi AI (Sumber: Koleksi Pribadi)

Selain itu, sesonggan juga mengajarkan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan dan mengelola apa yang dimiliki. "Ngutang Kandik Nuduk Jaum" mengingatkan agar tidak meninggalkan hal yang besar demi sesuatu yang kecil dan sepele. "Ngentungang Uyah ke Pasih" menekankan pentingnya menyalurkan sesuatu pada yang membutuhkan, bukan pada yang sudah cukup. "Gede Ombak Gede Angin" mengajarkan keseimbangan hidup, bahwa semakin besar penghasilan, semakin besar pula tanggung jawab dan pengeluaran yang harus dikelola dengan bijaksana. "Ngerebutin Balung Tan Paisi" adalah sesonggan Bali yang menggambarkan perilaku seseorang yang memperjuangkan atau memperebutkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada gunanya.

Masih banyak sesonggan lainnya yang sarat makna dan mengandung pelajaran hidup berharga. Setiap ungkapan membawa kearifan lokal yang berbeda, memberikan wawasan, dan menuntun dalam bersikap bijaksana di berbagai situasi. Oleh karena itu, penting untuk terus melestarikan budaya dan bahasa Bali, agar warisan nasihat leluhur ini tidak hilang ditelan zaman.

Daftar Pustaka

  • Darma Putra, I Nyoman & I. A. (2019, Mei). Mendulang Mutiara Kata: Identifikasi dan Intertekstualitas. Jurnal Seni Budaya, 34.

  • Sanjaya, P. (2021, Maret). Pendidikan Finansial Hindu dalam Sesonggan Bali. STAHN Mpu Kuturan Singaraja, 5(14).

  • Kusumeina Binhana, S.Pd. (2022). Modul Ajar Paribasa Bali Menengah Kejuruan Kelas X.