Memaknai Hari Raya Saraswati di Pura Griya Anyar Tanah Kilap
Hari Raya Saraswati diperingati umat Hindu untuk menghormati Dewi Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan, ditandai dengan persembahyangan serta banten Saraswati. Kegiatan ini dilakukan diberbagai tempat di Bali salah satunya di Pura Griya Anyar Tanah Kilap, kegiatan ini dilakukan secara damai dengan ramainya pemedek yang melakukan persembahyangan secara khidtmat

Hari Raya Saraswati merupakan peringatan suci untuk menghormati Dewi Saraswati, manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewi ilmu pengetahuan. Perayaan ini jatuh pada hari Sabtu, tepatnya pada wuku Watugunung, yaitu wuku terakhir dari tiga puluh wuku dalam penanggalan Bali. Pada hari tersebut, umat Hindu melaksanakan persembahyangan untuk memohon anugerah ilmu pengetahuan dari Ida Sang Hyang Widhi. Rangkaian Hari Saraswati juga tampak di berbagai sekolah dan universitas di Bali, di mana siswa dan mahasiswa melakukan persembahyangan bersama sebagai wujud syukur sekaligus harapan agar ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat serta dimaknai dengan bijaksana.
Pura Griya Ayar Tanah Kilap (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Dalam peringatan Hari Suci Saraswati, umat Hindu mempersembahkan sesaji khusus yang disebut banten Saraswati. Sesaji ini biasanya berisi jajanan khas, salah satunya kue Saraswati, dengan pusat perhatian pada aksara suci Ongkara (Om). Mantra pranawa yang terkandung dalam Om melambangkan alam semesta bumi, bulan, matahari, hingga bintang-bintang serta menjadi inti dari berbagai upacara keagamaan Hindu, mulai dari arcana dan mudra, hingga mantra, kuta-mantra, dan pranawa-mantra. Mantra maha suci ini dipandang sebagai sari dari seluruh ritual. Aksara Om diyakini mampu menyadarkan manusia akan hakikat alam semesta, kesadaran diri, serta nilai-nilai kemanusiaan, yang mencakup suka dan duka, penderitaan dan kebahagiaan, hingga beragam pengalaman hidup lainnya.
Selain itu simbol-simbol sakral yang dibawa Dewi Saraswati yang menjadi simbolis dan memiliki makna penting diantarnya. Wina atau alat musik melambangkan harmoni seni dan budaya sebagai jalan menuju kebenaran. Kuncup teratai menjadi simbol kesucian dan kebangkitan spiritual meski hidup di tengah dunia. Genitri atau tasbih menggambarkan doa yang tiada henti untuk selalu mengingat Tuhan. Cakepan atau kitab suci melambangkan ilmu pengetahuan yang abadi dan suci. Selain itu, burung angsa menjadi lambang kebijaksanaan untuk membedakan yang baik dan buruk, sementara burung merak melambangkan keindahan serta keagungan ilmu. Dari simbol-simbol ini, umat diingatkan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya untuk kepintaran duniawi, tetapi juga harus disucikan dan digunakan untuk kebaikan bersama.
Beji Pura Griya Ayar Tanah Kilap (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Pada Hari raya Saraswati kali ini tepatnya pada 6 September 2025, tepatnya di salah satu pura yang berada di daerah Pemogan, Denpasar Selatan yaitu Pura Griya Anyar Tanah Kilap. Pura yang mempunyai panoramik indah dimana letaknya yang berada di pinggir sungai ini dihadiri oleh beberapa pemedek yang melakukan persembahyangan pada Hari Raya Saraswati ini. Ada beberapa rangkaian dalam melakukan persembahyangan di Pura Griya Anyar Tanah Kilap ini dan pemedek tidak perlu merasa bingung karena adanya papan yang menjelaskan alur persembahyangan pada pura ini. Dimulai dari melakukan persembahyangan pada Beji dan Segara kemudian persembahyangan pada penyawangan Ratu Gede Dalem Ped dan terakhir persembahyangan pada Ajeng Ratu Niang Sakti.
Ajeng Ratu Niang Sakti (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Pura Tanah Kilap diyakini masyarakat sebagai tempat memohon kesembuhan dan kesejahteraan, sekaligus menyimpan beragam cerita menarik. Menurut penuturan salah satu pengempon pura yaitu Anak Agung Aji Alit Mangku, nama “Tanah Kilap” berasal dari kilatan cahaya yang muncul ketika Danghyang Nirartha mencapai moksa di Pura Uluwatu. Pura ini mulai dikembangkan sekitar tahun 1962. Dalam proses pembangunannya sempat muncul berbagai hambatan, hingga suatu ketika ayah dari Anak Agung Aji Alit Mangku bertemu dengan penampakan sosok wanita tua. Sejak saat itu, pembangunan pura dilanjutkan dan pelinggih awal berupa Padmasari ditambah dengan berbagai pelinggih lain, seperti Ratu Niang Sakti, Danghyang Nirartha, Ratu Gede Dalem Ped, Segara, Melanting, dan lainnya. Selain itu, terdapat pula kisah yang menyebut bahwa pura ini dipercaya sebagai tempat berstana Bhatari Nirswabawa (Ratu Niang Sakti), putri Danghyang Nirartha. Kilatan cahaya yang muncul saat moksa diyakini sebagai awal berkembangnya pura ini hingga kini menjadi pusat pemujaan sari kemakmuran dan kesembuhan.