Mengenal Tradisi Okokan Sebagai Salah Satu Budaya Bali Yang Sudah Dikenal Mancanegara
Bali Merupakan provinsi yang erat akan bermacam tradisi, dan ritualnya, bahkan tradisi-tradisi di Bali bisa dikatakan masih erat di zaman modern ini, hal ini juga menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan mancanegara ataupun domestik salah satunya ada tradisi yang bernama Okokan.
Okokan merupakan salah satu alat musik dari KabupatenTabanan, Provinsi Bali. Alat musik ini terbuat dari kayu pilihan yang di buat menyerupai kalung sapi atau kerbau sebagai penanda hewan yang mengeluarkan bunyi jika di ayunkan, yang didalamnya dibuatkan pemukul yang disebut palit yang ukurannya kecil. Okokan ini juga bisa dipakai sebagai alat musik hiburan dan juga dipakai dalam hal yang magis ataupun sebagai ritual. Okokan tidak digunakan pada binatang seperti kerbau ataupun Sapi, tapi Okokan ini dikalungkan di leher pemain atau dipikul pada pundak yang dibawa dan dimainkan oleh dua pemain. Tidak hanya itu, Okokan juga diiringi oleh dua pemain yang memainkan kendang gede yang diyakini memiliki kekuatan magis dan satu pemain yang memainkan kajar sembari mengelilingi desa. Okokan sebagai pertunjukan seni dimainkan kurang lebih 30 pemain dan dipimpin oleh seseorang yang memainkan bajra(kleneng) sebagai aba-aba. Pada bagian depan Okokan memiliki keunikan yang dimana di lukiskan berwajah Boma, yang memiliki makna kemarahan, hal ini merupakan suatu kepercayaan untuk menetralisir energi-energi negatif. Dalam pementasan tradisi Okokan, penyajian kostum para pemainnya menggunakan pakaian sederhana yang dimana hanya menggunakan kain poleng(hitam putih) dan bertelanjang dada. Namun, di masa sekarang kostum untuk pemain Okokan tergantung dari pementasan dan penyelenggara yang menampilkan tradisi Okokan ini tetapi tetap bernuansakan poleng(hitam putih). Okokan pada masa kini juga dapat di kolaborasikan dengan baleganjur serta penambahan alat musik bali lainnya seperti, bedug, ceng-ceng, dan, gong.
Saat menjelang hari raya nyepi masyarakat Bali merayakannya dengan ogoh-ogoh, sebagai gambaran Bhuta Kala yang dibuat pada saat menjelang hari raya Nyepi dan di arak beramai-ramai sembari mengelilingi desa. Okokan dapat ditemukan di 3 dikecamatan yaitu Kecamatan Kerambitan, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan Kediri yang dimana awalnya dari tradisi agraris dari para rakyat disana secara turun temurun. Okokan di Kecamatan Kerambitan memiliki tradisi yang serupa tetapi memiliki cara yang berbeda untuk melaksanakannya. Desa adat Kerambitan menggunakan tradisi Okokan ini pada saat ada pementasan Calonarang yang dimana, setiap pemain dikalungkan menggunakan Okokan ini. Di Desa adat Penebel menggunakan Okokan ini pada saat musim panen tiba, sebagai perwujudan syukur masyrakat disana untuk panen yang berlimpah. Sedangkan di Desa adat Kediri dilaksanakan saat hari raya nyepi akan datang, yang dimana pemain-pemain ini dipasangkan dan memikul menggunakan bambu yang dikaitkan Okokan.
Pemuda Okokan (Sumber Foto: Koleksi Redaksi)
Pada zaman dulu masyarakat di Desa Kerambitan, Desa Kediri, dan Desa Penebel memiliki keyakinan unik dengan tradisi Okokan ini, tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat disana untuk menetralisir energi-energi negatif yang tertanam di desa mereka. Tradisi Okokan ini dilaksanakan oleh masyarakat desa disana pada saat mereka sedang mengalami musibah atau mengalami wabah penyakit pada desa mereka. Wabah-wabah penyakit yang terjadi bisa saja seperti gagal panen yang dialami petani sampai penyakit yang menyerang masyarakat desa disana secara misterius atau tidak jelas. Selain menjadi penetralisir energi-energi negatif, Okokan juga memiliki simbol kesuburan, penciptaan, dan keharmonisan. Di desa-desa tersebut pementasan okokan ini tidak tertentu karena jika desa tersebut tidak mengalami musibah atau wabah penyakit mereka tidak akan melaksanakan pementasan okokan kecuali, ada acara tertentu seperti acara pentas seni. Pada masa kini tradisi Okokan di Desa Kerambitan, Kediri, dan Penebel diadakan tiap tahunnya sebelum perayaan hari raya Nyepi yang dimana hal ini di ikuti musyawarah oleh semua kalangan masyarakat pada masing-masing banjar di Desa adat masing-masing. Pada masa kini Okokan dilaksanakan pada berbagai acara pentas seni di bali khususnya di tabanan. Semakin berkembangnya zaman, tradisi Okokan ini sudah memiliki daya tarik bagi para wisatawan mancanegara maupun domestik yang dimana pelaksanaan Okokan sudah dikenali sebagai atraksi untuk wisatawan yang dipentaskan dalam berbagai acara kesenian.
Tradisi Okokan juga sudah menyebar dari mulut ke mulut, penyebaran ini terkadang membuat cerita dari tradisi Okokan tidak sama dari yang sudah diturunkan oleh para tetua di Kabupaten Tabanan tersebut. Para tetua di Desa adat Tabanan dan masyarakatnya telah mengembangkan tradisi Okokan sebagai hiburan untuk wisatawan, tetapi hal ini harus dipertegas pada perubahan-perubahan yang bisa saja menghilangkan ciri khas atau keasrian dari tradisi Okokan ini, sampai tradisi dan cerita yang telah diturunkan secara turun temurun dari tetua sebelumnya sampai masa kini, dapat terjaga dan dapat berkembang di era modern ini agar unsur kebudayaan masyarakat di Kabupaten Tabanan tidak lepas.