Merajut Tradisi, Guna Seni Lestari
Pulau Bali juga dikenal dengan seni tulisan tradisionalnya, yang dikenal sebagai seni "lontar” atau nyurat lontar. Nyurat lontar adalah tradisi tulis menulis di atas daun lontar merupakan seni menulis yang unik dan penting dalam budaya Bali. Tradisi lontar di Bali memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan umur yang tua seiring dengan nilai-nilai sejarah, agama, filsafat, pengobatan, sastra, dan ilmu pengetahuan tinggi lainnya.
Pulau Bali, yang sering disebut sebagai "Pulau Dewata," bukan hanya menjadi tujuan wisata tropis yang terkenal, tetapi juga menjadi tempat di mana seni dan budaya berkembang dengan pesat. Terletak di antara pulau-pulau Indonesia yang eksotis, Bali menawarkan lebih dari sekadar pantai-pantai indah dan pemandangan alam yang menakjubkan. Pulau ini juga menjadi rumah bagi warisan seni yang sangat kaya, yang mencerminkan keindahan, keagungan, dan spiritualitas yang mendalam dan telah mengakar dalam masyarakat Bali selama berabad-abad. Seni di Bali bukanlah sekedar hiburan atau bentuk ekspresi artistik biasa. Seni itu sendiri adalah bagian dari kehidupan sehari-hari penduduknya, menjadi bahasa yang menghubungkan mereka dengan warisan leluhur dan keyakinan spiritual yang mendalam. Dalam tarian yang memukau, patung yang mengagumkan, seni lukis yang kreatif, musik yang memikat dan aksara yang memukau, Bali menghadirkan pengalaman seni yang tak tertandingi bagi para pengunjungnya.
Pulau Bali juga dikenal dengan seni tulisan tradisionalnya, yang dikenal sebagai seni "lontar” atau nyurat lontar. Nyurat lontar adalah tradisi tulis menulis di atas daun lontar merupakan seni menulis yang unik dan penting dalam budaya Bali. Nama "lontar" merujuk pada daun lontar, yang merupakan media tradisional untuk menulis di Bali. Daun lontar diambil dari pohon lontar yang tumbuh subur di pulau ini. Seni lontar adalah warisan budaya berharga yang telah ada selama berabad-abad. Nyurat lontar telah diakui sebagai warisan budaya dunia. Meski usianya yang sudah tidak lagi muda, tradisi satu ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Bali yang sudah tua, tetapi juga masih banyak dilakukan hingga saat ini oleh generasi-generasi muda. Menurut karya tulis Lontar Bali yang disusun oleh Dr. Drs. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum, kata lontar menggambarkan media atau bahan dasar penyusun nyurat lontar, yakni daun ental, sejenis daun palma. Tradisi lontar di Bali memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan umur yang tua seiring dengan nilai-nilai sejarah, agama, filsafat, pengobatan, sastra, dan ilmu pengetahuan tinggi lainnya. Lontar merupakan perekam jagat pemikiran masyarakat di Bali sampai dalam bentuknya sekarang merupakan saksi sejarah dan menjadi penampang historik keberaksaraan dan peradaban yang berkarakter. Manusrip lontar Bali dalam sejarah peradaban Bali menunjukkan kemajuan dan kecerdasan lahir batin masyarakat Bali.
Tradisi lontar di Bali memiliki perjalanan sejarah yang panjang dan umur yang tua seiring dengan nilai-nilai sejarah, agama, filsafat, pengobatan, sastra, dan ilmu pengetahuan tinggi lainnya. Lontar biasanya digunakan untuk menuliskan naskah-naskah klasik Hindu, seperti kisah Ramayana dan Mahabharata, teks-teks agama dan sastra Bali. Selain itu juga seni lontar bukan hanya berupa tulisan, tetapi juga bisa berupa gambar tokoh tokoh penting yang ada di dalam kepercayaan umat Hindu di Bali. Proses penulisan lontar sangat rumit, dimana seorang penyair atau pengarang harus secara manual mengukir huruf-huruf, simbol-simbol maupun menggambar pada daun lontar dengan menggunakan alat khusus yang disebut "pangrupak" atau sebuah pisau tulis. Selain pangrupak alat alat yang digunakan saat nyurat lontar yaitu seperti, pepesan (daun tal yang telah siap untuk ditulis), pelican (penjepit lembaran daun lontar yang terbuat dari bambu kecil), serbuk tingkih (dari buah kemiri bakar) atau serbuk buah naga sari, dulang kayu sebagai meja tulis dan bantalan kasur kecil sebagai alas, panakep dari kayu atau bambu, kapas atau kain halus untuk menghapus bekas material penghitaman, peti kropak untuk menyimpan hasil akhir dan sesajen.
Orang Yang Sedang Membuat Prasi Dewi Saraswati (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Lontar juga merupakan pusat dari tradisi lisan di Bali, di mana para penyair sering menghafal naskah-naskah tersebut dan membacakannya dalam pertunjukan seni sastra lisan. Ini adalah cara bagi masyarakat Bali untuk melestarikan pengetahuan, cerita-cerita klasik, dan budaya mereka secara lisan dari generasi ke generasi.
Bagi masyarakat Bali, lontar bukan sekadar tradisi dan produk budaya. Lontar sekaligus menjadi bukti historis peradaban Bali di tengah pesatnya perkembangan dan peradaban dunia. Dalam lontar memuat pengetahuan penting bagi umat Hindu seperti pelaksanaan atau prosesi upacara, pedoman perilaku bagi orang suci, tata cara pengobatan tradisional, bumbu masakan dan lainnya. Beberapa jenis lontar tersebut yaitu seperti:
Lontar Sundarigama
Lontar Sundarigama berisi tata cara pelaksanaan upacara Agama Hindu. Lontar ini merupakan sabda Bhatara Guru atau Dewa Siwa kepada para pendeta yang menjadi penasihat raja. Sundarigama berasal dari kata sunar yang berarti cahaya terang atau sesuluh, ri yang berarti siddi atau kesempurnaan, dan gama adalah agama atau pegangan hidup. Sehingga Lontar Sundarigama bermakna kitab suci yang memberikan cahaya atau sesuluh sebagai tuntunan pelaksanaan upacara atau ritual Agama Hindu, khususnya di Bali. Naskah lontar ini menyebutkan penjelasan terkait hari suci seperti Hari Purnama, Tilem, Nyepi, Tumpek Landep, Saraswati, dan lainnya. Dijelaskan juga mengenai prosesi dan sarana upacara yang digunakan pada hari-hari suci tersebut.
Lontar Bebaretan Wong Beling
Lontar beberatan Wong Beling memuat tentang cara memperoleh anak yang suputra atau berbakti kepada orangtua dan keluarga. Lontar ini berisi pesan-pesan moral yang ditujukan kepada suami dan istri hamil. Terdapat beberapa pokok penting dalam naskah lontar ini yaitu, etika dan pengendalian diri bagi keluarga dan suami dari istri yang hamil, etika dan pengendalian diri bagi ibu yang sedang hamil, upacara yang patut dilaksanakan pada saat sang ibu sedang hamil, pengobatan untuk sang ibu yang sedang hamil dan prosesi upacara setelah bayi lahir.
Lontar Sangkul Putih Dan Lingganing Kusuma Dewa
Lontar Sangkul Putih dan Lingganing Kusuma Dewa memuat tata cara serta gagelaran seorang pemangku dalam menjalankan prosesi upacara. Urutan atau dudonan karya dijelaskan dengan sangat rinci dan sistematis di lontar ini. Hal ini bertujuan agar pemangku dalam menjalankan swadharma (kewajiban) melaksanakan prosesi upacaranya dengan baik. Lontar ini juga terdapat mantra yang digunakan sebagai pegangan para pemangku.
Lontar Roga Sanghara Bumi
Naskah Lontar ini berisi pengetahuan mitigasi bencana secara Hindu. Roga Sanghara Bhumi berasal dari kata roga yang berarti penyakit, sakit, dan cacat badan. Sanghara atau samhara berarti rusak, lebur, meniadakan, dan pembinasaan. Sedangkan bhumi berarti bumi. Sehingga lontar ini bermakna meniadakan atau menetralisir bencana di dunia dengan cara menjalankan upacara tertentu. Lontar ini membahas mengenai bencana dan tanda-tanda alam yang terjadi.
Lontar Bharma Ketih
Lontar Bhama Kertih mengulas tentang panduan dalam membangun rumah atau pekarangan sebagai tempat tinggal. Termasuk menjelaskan ciri-ciri pekarangan yang memiliki aura positif dan negatif atau sering disebut dengan karang panes dan cara mengatasinya. Lontar ini juga menjelaskan tata cara membangun rumah tradisional Bali. Selain pekarangan, Lontar Bhama Kertih mengulas upacara-upacara yang wajib dilakukan saat mulai membangun rumah atau pekarangan.
Lontar Usadha Buduh
Sesuai namanya, buduh merupakan Bahasa Bali yang berarti gila, sedangkan usadha memiliki arti pengobatan secara tradisional. Sehingga Lontar Usadha Buduh berisikan pengetahuan tentang sakit gila beserta cara pengobatannya. Pengobatan yang dilakukan berdasarkan ciri-ciri sakit gila yang dialami oleh seseorang. Ada beberapa jenis sakit gila yang dijelaskan dalam lontar ini. Pengobatannya juga dilakukan tanpa melihat ciri-ciri sakit gila yang diidap, atau dapat dikatakan sebagai pengobatan sakit gila secara umum.
Orang Yang Sedang Membuat Prasi (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Selain menulis naskah di atas daun lontar, ada juga seni khusus khas tradisional Bali yang belum diketahui oleh banyak orang yaitu menggambar di atas daun lontar yang disebut prasi. Karya seni lukis prasi adalah melukis di atas daun lontar dengan “pangrupak” atau pisau khusus khas Bali. Seni prasi sendiri memang terkesan sederhana dengan corak klasik Bali, namun bila diperhatikan lebih teliti prasi memiliki corak yang rumit dan magis. Mengutip dari laman Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), seni lukis prasi merupakan warisan kesenian zaman Kerajaan Bali. Hal itu ditandai dengan adanya huruf Bali Kuno atau sastra Bali pada gurat-gurat daun lontar sebagai media lukisnya.
Orang Yang Sedang Membuat Prasi Dewi Saraswati (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Lukisan prasi ini banyak diminati oleh kalangan wisatawan, khususnya wisatawan asing. Biasanya lukisan prasi ini digunakan sebagai hiasan dinding atau dekorasi di rumah. Lukisan yang dibuat dengan cara menggores ini memang benar-benar unik karena memiliki makna simbolis dari suatu cerita yang ingin disampaikan oleh sang pelukisnya. Seni prasi diketahui sudah berkembang sejak agama Hindu mulai masuk ke kehidupan masyarakat Bali. Pada awalnya lontar prasi merupakan media yang disucikan, dengan berkembangnya zaman, seni ini memenuhi kebutuhan estetika, dan ekonomis, kemudian berkembang menjadi usaha industri seni.