Poleng Kesiman : Tarian Sakral yang di pentaskan saat Upacara Ngerebong di Desa Kesiman
Desa Kesiman adalah desa yang terletak di bagian timur Kota Denpasar. desa ini memiliki seni dan budaya yang sangat menarik. Contohnya adalah Upacara Ngerebong yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa budaya yang menarik dan khas. Salah satunya adalah keberadaan tari Poleng Kesiman. Tradisi seni tari di Bali memiliki lebih dari 40 jenis tari Baris sakral. Tari baris berasal dari kata baris yang berarti deret atau leret yang menggambarkan kegagahan prajurit perang yang siap bertarung di medan perang. Hal itu terlihat pada gerakannya yang tangkas dan enerjik serta penggunaan senjata sebagi properti pementasannya sekaligus menambah kesan gagah bagi penarinya. Setelah menunjukkan gerakan yang sangat tangkas dan energik, para penari baris sakral akan melakukan gerakan memendet yang lemah gemulai dan lebih bersifat kontemplatif. I Made Bandem dalam bukunya, Kaja dan Kelod Tarian Bali Dalam Transisi mengungkapkan bahwa tarian memendet adalah tarian yang dilaksanakan oleh pria dewasa dari jemaah pura atau kadang-kadang oleh pemangku sendiri. Setelah selesai menghaturkan sesajen, para pemangku lalu memberi persembahan berupa arak berem kepada roh jahat. Selanjutnya, Soedarsono menyatakan bahwa Baris merupakan tari putra yang dibawakan oleh kelompok pria dewasa yang berfungsi sebagai tari penyambutan kepada para dewa yang diundang pada saat odalan. Begitu pula dengan tari Poleng Kesiman ini termasuk kategori tari Bebarisan tepatnya tari Baris Pependetan. Dilihat dari gerakan tari dan fungsinya, Tari Poleng Kesiman merupakan sebuah bentuk tari keprajuritan yang secara umum berfungsi sebagai pasukan atau para prajurit pengawal dewa yang turun dari kahyangan.
Pementasan Tarian sakral Poleng Kesiman ( sumber foto : koleksi redaksi )
Salah satu ciri daripada tari wali adalah tidak terlalu mementingkan estetika gerakan dan koreografi. Hal itu pun berlaku pada tarian Poleng Kesiman ini, dimana para penari kebanyakan menggunakan ngaed. Dan, jenis gerakannya mirip seperti gerakan pencak silat. Hal ini dapat dilihat ketika penari begitu tangkas dalam menarikan properti senjata yang mereka bawa. Sesekali para penari harus memerlukan bantuan orang lain untuk menenangkan dirinya saat mereka tidak lagi bisa mengendalikan keadaan dirinya. Banyak gerakan maknawi yang terdapat pada tarian ini yang dilakukan oleh penari dalam keadaan trance, seperti mengacungkan senjata ke atas dan ke hadapan Pemangku Dalem ( yang mengawasi jalannya pementasan tarian dari pintu halaman utama mandala pura dan juga dalam keadaan trance ). Gerakan tersebut menandakan kesiapan para penari untuk berperang dan menjaga keamanan desa Kesiman secara niskala. Hal ini mirip dengan makna tari baris sakral yang terdapat di Bali pada umumnya.
Menurut buku “Sejarah Pura” hasil penelitian UNHI tahun 2006, upacara Ngerebong termasuk ke dalam kategori Bhuta Yadnya. Kata Caru berarti cantik atau harmonis. Jadi ini bertujuan untuk mengingatkan umat Hindu melalui media ritual sakral untuk selalu menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam., serta manusia dengan Tuhan. Prosesi “Ngerebong” ini dilangsungkan setiap Redite Pon Medangsia atau 18 hari setelah hari raya Galungan. Tari Poleng Kesiman ini merupakan suatu bentuk tari wali yang pada masa lalu dipercaya sebagai prajurit andalan Raja Kesiman. Tari ditarikan secara kelompok berjumlah 5 orang penari. Adapun properti yang dibawa oleh para penari yaitu berbagai jenis senjata seperti Gada, Tombak, Parang, Perisai dan Keris. Kondisi penari pada saat menari adalah dalam kondisi trance atau dikendalikan oleh kekuatan tertentu di luar nalar manusia. Uniknya, dalam keadaan seperti itu, mereka tidak berteriak-teriak seecara histeris seperti trance pada umumnya, namun bergerak menari dengan penuh kharisma.
Pementasan Tarian sakral Poleng Kesiman ( sumber foto : koleksi redaksi )
Pada saat pementasannya, para penari Poleng Kesiman mengenakan baju lengan panjang berwarna hitam yang terbuat dari kain bludru, memakai kain putih, saput berwana poleng, dan selendang berwarna poleng yang dililitkan di badannya. Serta mengenakan destar ( sejenis hiasan kepala berupa lembaran kain yang dilipat-lipat sedemikian rupa ) berwarna poleng juga. Di telinga penari diselipkan bunga kembang sepatu berwarna merah dan di pinggangnya diselipkan keris. Di sini kita dapat melihat adanya suatu kemiripan penggunaan dan jenis kostum dengan tari Baris pada umumnya yang sangat khas terutama pada hiasan kepalanya yang berbentuk kerucut dan dihiasi dengan kulit kerang. Hal inilah yang menunjukkan salah satu kekhasan yang dimiliki tari Poleng Kesiman dari segi tata busananya.
Waktu pementasannya dimulai ketika para pemangku perempuan yang disebut Sutri keluar dari pintu utama pura. Mereka menari dalam keadaan trance namun tidak sehisteris prosesi pertama tadi. Dengan menggunakan busana serba putih dan dihiasi busana sejenis rompi berwarna hijau dan biru. Setelah itu, Dilanjutkan dengan mengusung benda sakral pusaka desa Kesiman berupa sabuk berwarna hitam putih (poleng) yang panjangnnya kurang lebih 15 meter. Sabuk ini diusung oleh beberapa orang pemangku perempuan yang mengenakan busana serba putih. Selanjutnya, diikuti oleh pemangku perempuan yang berjalan membawa genta sebanyak 4 orang. Lalu diikuti oleh para pemangku yang menari dengan mengenakan pakaian serba Hitam putih ( poleng ) dan membawa berbagai jenis senjata. Mereka inilah yang disebut rerencangan Poleng Kesiman. Terakhir, keluarlah Mangku Pura Dalem Kesiman, Mangku Gede Puri Kesiman, para Manca dan Prasanak menyaksikan jalannya prosesi yang mengitari wantilan sebanyak tiga kali berlawanan arah jarum jam. Setelah itu, para pemangku yang menari ini kembali ke jeroan pura.
Tari Poleng Kesiman ini dengan keyakinan bahwa telah ada sejak lama, menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya Bali. Hal ini memperkuat identitas dan keberlanjutan warisan budaya masyarakat Kesiman. Hingga saat ini, tarian ini tetap dijaga dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya di desa Kesiman. Dengan demikian, tari Poleng Kesiman terus menjadi simbol penting dalam melestarikan tradisi dan memperkaya kehidupan budaya di Bali.