Sanggar Tari Semara Sidhi: Saat Denting Tabuh dan Lenggok Tarian Bersemi di Desa Pemogan

Dentang gamelan berpadu dengan lenggok penari menjadi denyut nadi Sanggar Tari Semara Sidhi di Desa Pemogan. Berdiri sejak 2005, sanggar ini menjadi ruang lahirnya generasi baru penari dan penabuh yang mencintai budaya Bali. Di sinilah cinta terhadap tradisi tumbuh dan bersemi, menjaga warisan seni agar tak lekang oleh waktu.

Oct 17, 2025 - 06:00
Sep 16, 2025 - 10:05
Sanggar Tari Semara Sidhi: Saat Denting Tabuh dan Lenggok Tarian Bersemi di Desa Pemogan
Anak-Anak yang Sedang Latihan di Sanggar Tari Semara Sidhi (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Di tengah riuh rendah kehidupan perkotaan Denpasar, terdapat sebuah oase seni yang terus memelihara denyut tradisi Bali. Sanggar Tari Semara Sidhi, yang beralamat di Jalan Gelogor Carik No. 59, Pemogan, Denpasar Selatan, menjadi saksi bagaimana cinta terhadap kesenian mampu menumbuhkan generasi baru penari dan penabuh. Berdiri sejak tahun 2005, sanggar ini lahir bukan semata karena dorongan hobi, melainkan sebagai jawaban atas kebutuhan yang sangat nyata: ketersediaan penari dan penabuh untuk berbagai upacara keagamaan di Bali.

Kala itu, menurut penuturan pendiri sanggar, Bapak Made Lodri, masyarakat sering menghadapi kesulitan ketika harus menyiapkan penari dalam upacara adat dan keagamaan. “Jumlah penari semakin sedikit, sementara kebutuhan dalam setiap upacara selalu ada,” ujarnya. Dari kegelisahan itulah, lahir gagasan mendirikan sebuah sanggar tari yang kelak dinamakan Semara Sidhi—sebuah nama sarat makna yang berarti keberhasilan yang lahir dari kekuatan cinta. Filosofi ini bukan sekadar nama, melainkan cerminan semangat keluarga pendiri yang meyakini bahwa cinta terhadap budaya adalah sumber keberhasilan dalam melestarikan warisan leluhur.

Ni Made Nuraini Saat Melatih anak-anak Sanggar (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Dalam perjalanannya, Bapak Made tidak berjalan sendiri. Putri keduanya, Ni Made Nuraini, menjadi tangan kanan yang menghidupkan denyut sanggar. Lulusan STSI—yang kini dikenal sebagai Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar—tahun 2002 ini menamatkan studinya di jurusan seni tari. Ketika ditemui dalam sesi wawancara, Nuraini menuturkan alasan yang membuatnya berkomitmen pada dunia tari. “Sejak kecil saya sudah jatuh cinta pada seni tari. Waktu masih duduk di bangku SD, saya sudah menari di berbagai pementasan. Saat SMA, saya bahkan mulai mengajar tari,” kenangnya dengan senyum penuh bangga.

Semangat itu ternyata menular. Kini, kedua putri Nuraini pun mengikuti jejak sang ibu. Mereka aktif membantu melatih anak-anak sanggar, menjadikan seni tari bukan hanya warisan leluhur, tetapi juga warisan keluarga. “Saya ingin anak-anak mengenal dan mencintai budaya Bali. Sanggar ini bukan hanya tempat belajar menari, tapi juga tempat menumbuhkan rasa memiliki terhadap tradisi,” tutur Nuraini.

Ni Made Nuraini dan Anaknya Saat Melatih Tari Condong (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Sanggar Tari Semara Sidhi rutin memberikan pelatihan tari Bali klasik maupun kreasi. Untuk pemula, tarian dasar seperti Tari Pendet dan Tari Condong menjadi materi utama. Kedua tarian ini menekankan keluwesan gerak dan pemahaman dasar estetika tari Bali. Bagi murid yang telah menguasai dasar, dilanjutkan dengan tarian tingkat menengah seperti Tari Cilinaya yang lembut dan penuh ekspresi, serta Tari Truna Jaya yang dinamis dan penuh tenaga. Variasi pilihan tarian ini memungkinkan setiap murid menemukan karakter gerak yang sesuai dengan kepribadiannya.

Gamelan Sanggar Tari Semara Sidhi (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Namun, daya tarik Semara Sidhi tak hanya terletak pada tari. Sanggar ini juga melatih seni tabuh, sebuah kesenian musik tradisional Bali yang menjadi denyut pengiring tarian. Tabuh di Bali identik dengan gamelan, dan suara gamelan inilah yang menghadirkan jiwa pada setiap pementasan. Latihan tabuh biasanya lebih intensif menjelang hari raya atau upacara besar, ketika kebutuhan penabuh meningkat. Pelatihan tabuh di sanggar ini dibimbing oleh Made Lodri, yang kini meneruskan tradisi bersama cucu laki-lakinya yang masih duduk di bangku SMA. Kehadiran generasi muda dalam seni tabuh ini menunjukkan bahwa regenerasi tidak hanya terjadi pada penari, tetapi juga pada para penabuh.

Anak-Anak Sanggar Tari Semara Sidhi (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Keberadaan Sanggar Tari Semara Sidhi membawa pengaruh positif bagi lingkungan sekitar. Banyak anak-anak yang awalnya tidak begitu tertarik dengan seni tari, lambat laun mulai mencoba karena ajakan teman atau sekadar rasa penasaran. “Awalnya hanya ikut-ikutan, lama-lama jadi suka,” cerita Nuraini tentang para muridnya. Sanggar ini pun menjadi ruang bermain dan belajar yang menyenangkan, di mana anak-anak dapat menyalurkan energi, sekaligus menyerap nilai-nilai adat dan etika yang melekat dalam setiap gerakan tari Bali.

Selain melestarikan budaya, Sanggar Tari Semara Sidhi menjadi ruang yang menumbuhkan kebersamaan warga. Para orang tua yang mengantar anak ke latihan kerap saling bertegur sapa, berbagi cerita, dan membangun kerja sama, termasuk saat menyiapkan pertunjukan atau upacara adat. Dua dekade sejak berdiri, sanggar ini tetap kokoh sebagai benteng seni tradisi di tengah arus modernisasi, menegaskan bahwa warisan leluhur Bali bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk terus dihidupi dan diwariskan bagi generasi berikutnya.